Selasa, 03 Oktober 2017

Hari Terakhir Aku Berpacaran



Hari Terakhir Aku Berpacaran

oleh : Rusyaid bin Harun


Aku biasa dipanggil Rusyaid (disingkat jadi Rusy).
Rusyaid ketika itu duduk dibangku SMA, mengecap pendidikan sebagaimana layaknya anak-anak negeri ini pada umumnya.

Rusyaid berasal dr keluarga miskin yang sederhana.  Orang tua kami hidup dr berdagang kaki lima dari satu tempat ke tempat lainnya. Puluhan tahun pekerjaan itu telah mereka geluti demi menghidupi keluarga.

Dari bocah, keluarga kami telah mengenalkan dan mendekatkan kami ke masjid ‘rumah Allah’.

Itulah bekal awal kecintaan kepada Islam berawal dr kebiasaan orang tua membawa kami ke masjid, sampai kami sendiri terdorong mendatanginya, walaupun orang tua tidak lagi memerintahkan kami kala itu.

Si bocah Rusyaid –kala itu- hidup tumbuh pada umumnya anak-anak Islam sebayanya, tidak mengenal Islam dengan baik sebagaimana yang diajarkan oleh Rasul –alaihish sholatu wassalam- dan para sahabat –rodiallohu anhum-.

Islamnya di sisi mereka hanya Islam abangan yang turun-temurun terwarisi dr kebiasaan leluhur yang terlahir sebagai muslim. Alhamdulillah ala kulli haal.

Rusyaid kecil adalah seorang juara kelas yang selalu mendapatkan peringkat kelas yang baik semasa SD.

Keunggulan itu senantiasa mengiringinya saat Rusyaid duduk di bangku SMP. Terus berlanjut sampai ke jenjang SMA.

Rusyaid mendapatkan penghargaan dari sekolah sebagai siswa terbaik yang mendapatkan bea siswa yg kala itu amat susah diperoleh.

Masa-masa SMA adalah masa emas yang penuh keindahan dan kenangan yang bergulir diantara rasa bahagia dan rasa sedih. Masa-masa itu adalah masa-masa yang terbaik dalam kenangan hidup.

Rusyaid adalah siswa yang tergolong serius dalam pendidikannya. Ia jarang bercanda layaknya anak muda seusianya. Tapi jika dicandai, bisa juga lho orangnya bercanda.

Orangnya santai dan mudah bergaul dengan setiap orang, baik kawan sejenis atau lawan jenis.

Prestasi Rusyaid di sekolah membuatnya pernah dicalonkan jadi ketua OSIS, dan banyak lho penggemarnya. Walaupun ia sendiri nggak suka berorganisasi, krn ia takut jangan sampai hal itu menyibukkannya dari belajar dan membantu orang tua dalam berjualan.

Pasalnya, habis sekolah, ia harus ganti kostum sebagai seorang penjual dan narik becak. Hehehe, nggak malu ya? Nggak malu dong! Kan halal, daripada ngemis di lampu merah sambil pegang gitar. Haram lagi! Kan music harom!! Hehehe, santai aja dah.

Sejak kecil, Rusyaid berjualan asongan di pasar dan terminal yang bersebelahan dengan pasar, mulai dari jajakan korek, permen, gorengan, sampai rokok. Weweweh, kan rokok harom dalam agama. Betul harom, tapi kan aku kala itu belum ngaji dan tarbiyah, akhi. Rusyaid masih jahil kala itu!!

Di tengah kesibukan seperti dalam kesehariannya, Rusyaid yang cerdik ini, “curi waktu” untuk meringkas semua pelajaran sekolahnya. Kebiasaan meringkas itu, telah aku geluti sejak kelas 1 SMA, karena aku pikir tak ada waktu untuk belajar sepulang jualan.

Maklum, jualannya dr siang sampai sore, dan kadang pun sampai malam. Sepulang ke rumah, semua badan penat dan mata mulai redup. Apalagi di subuh hari, aku harus siapin semua jualan ibu yg slama ini menjadi tulang punggung keluarga kami.

Tahu nggak kalau ibu Rusyaid hrs menghidupi 5 orang dalam satu waktu : satu kakak lg kuliah, satu kakak di SMA, satu kakak di SMP, dan satu cucu di TK. Aku sendiri kala ditinggal ayah masih duduk dibangku SD. Belum lg, sawah kami yg tergadai harus dilunasi dalam tempo cepat.

Betul-betul kala itu, aku dan ibu harus banting tulang, peras keringat demi kehidupan keluarga.

Tapi semua kendala dan problema berat mengajarkan kepada kami sebuah prinsip hidup bahwa bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian.

Tahun pertama di bangku SMA, setiap pagi kami harus berjalan kaki bersama teman-teman menuju sekolah dalam jarak jauh. Sepatu pun cepat pupus akibat bebatuan kasar yang mengiringi setiap langkah. Kadang juga kesandung lho. Tapi nggak apa-apa kok, biar nggak melamun mulu. Hehehe.

Salah seorang teman yang biasa menyertaiku, teman sekelas kami, yah panggil saja Ratna. Dia adalah “teman setiaku” berjalan kaki setahun menuju sekolah.