3 Sisi Pelecehan Sukmawati Soekarno Putri terhadap Syariat Islam dalam Puisi "Ibu Indonesia"
oleh :
Ustadz Rusyaid bin Harun
-hafizhohulloh-
oleh :
Ustadz Rusyaid bin Harun
-hafizhohulloh-
Puisi “Ibu Indonesia” yang dibacakan Sukmawati
Soekarnoputri menjadi polemik dan gelombang kemarahan umat Islam.
Bait puisi yang dibacakan dalam acara 29 Tahun Anne
Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018, digelar di Jakarta Convention
Center (JCC), Kamis (29/3).
Di dalam puisi itu, ia menyinggung dan merendahkan azan
dan cadar saat membandingkannya antara KIDUNG dengan AZAN; antara sari konde
dengan CADAR.
Dalam artikel ini, kami mencoba mengkaji secara mendalam
–insya Allah- tentang sisi pelecehan dan perendahan si Penulis di balik
rangkaian kata-katanya.
Pelecehan Pertama :
Penulis
(Sukmawati) berkata,
“Aku
tak tahu Syariat Islam
Yang kutahu sari konde ibu Indonesia Ciptakan cantik Lebih cantik dari cadarmu” |
Dari potongan kalimat ini, Penulis mengangkat dan
meninggikan sari konde di atas cadar.
Ini merupakan pelecehan dan peremehan terhadap syariat
Allah yang bernama “cadar”
Seorang muslim tidak boleh meninggikan sesuatu dari selain
syariat melebihi syariat dan ajaran agama.
Telah datang laknat bagi mereka yang menggunakan konde di
dalam hadits-hadits yang shohih.
Nabi –shollallohu alaihi wa sallam- bersabda,
«لَعَنَ اللَّهُ الوَاصِلَةَ
وَالمُسْتَوْصِلَةَ»
“Allah melaknat wanita yang menyambung
rambutnya, dan wanita yang meminta agar rambutnya disambung.” [HR.
Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (no. 5933 & 5934) dan Muslim
dalam Shohih-nya (no. 2122)]
Nah, bagaimana mungkin wanita berkonde yang terlaknat
melebihi wanita yang bercadar.
Menggunakan konde adalah perbuatan terlaknat!
Pelecehan Kedua :
Penulis
(Sukmawati) berkata,
“Gerai
tekukan rambutnya suci
Sesuci kain pembungkus ujudmu” |
Ini adalah bentuk pelecehan dan perendahan kedua bagi
syariat Allah yang bernama “hijab”, jika yang dimaksud dengan “pembungkus
ujudmu” disini adalah “hijab” yang menutupi aurat wanita muslimah.
Sebab, kata “pembungkus” adalah kata yang mengandung
makna konotosi buruk bagi hijab. Sebab, kata “pembungkus” biasanya digunakan
untuk hal yang buruk atau minimal rendah, misal : “pembungkus sampah”,
“pembungkus kacang”, “pembungkus ikan”, “pembungkus bakso”, dan lain
sebagainya.
Anggaplah kata itu tidak berkonotasi buruk. Tapi masak
Penulis menyatakan bahwa “gerai tekukan rambut” sama sucinya dengan hijab. Ya, nggak-lah.
Ini adalah bentuk perendahan dan peremehan terhadap
syariat.
Pelecehan Ketiga :
Penulis
(Sukmawati) berkata,
“Aku
tak tahu syariat Islam
Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, pergilah elok Lebih merdu dari alunan adzan mu” |
Ini gamblang sekali sebagai bentuk pelecehan terhadap
syariat “adzan”. Sebab, si Penulis telah mengangkat, mengagungkan dan
melebihkan kidung (nyanyian atau puisi) atas syariat adzan yang
diajarkan oleh Rasulullah –shollallahu alaihi wa sallam-.
Adzan merupakan salah petunjuk
dan sunnah yang diajarkan oleh beliau, berasal dari Allah –azza wa
jalla- Yang Maha Mengetahui segala sesuatu.
Tidak mungkin Allah menurunkan syariat yang lebih rendah dibandingkan
nyanyian dan puisi.
Nyanyian yang diiringi musik –walaupun liriknya baik-,
maka itu adalah nyanyian yang haram.
Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ
الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَى
جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ يَأْتِيهِمْ يَعْنِي
الْفَقِيرَ لِحَاجَةٍ فَيَقُولُونَ ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا فَيُبَيِّتُهُمْ
اللَّهُ وَيَضَعُ الْعَلَمَ وَيَمْسَخُ آخَرِينَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى
يَوْمِ الْقِيَامَةِ
"Sungguh akan ada diantara umatku
orang-orang yang akan menghalalkan zina, sutra, khomer dan musik. Sungguh akan
ada orang-orang yang tinggal di puncak gunung, sedang mereka akan didatangi
pengembala di waktu sore dengan membawa hewan-hewan ternak mereka. Merekapun
didatangi oleh orang fakir demi kebutuhannya. Orang-orang itu pun berkata,
"Kembalilah kepada kami esok hari". Akhirnya, Allah
membinasakan mereka di waktu malam, menimpakan gunung itu atas mereka serta
mengubah yang lainnya menjadi kera dan babi sampai hari kiamat". [HR.
Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (no. 5590)]
Al-Imam Ibnu Nujaim Al-Hanafiy -rahimahullah-
berkata,
"وَدَلَّتْ الْمَسْأَلَةُ عَلَى أَنَّ
الْمَلَاهِيَ كُلَّهَا حَرَامٌ حَتَّى التَّغَنِّي بِضَرْبِ الْقَصَبِ." اهـ
من البحر الرائق شرح كنز الدقائق ومنحة الخالق وتكملة الطوري (8/ 214)
"Perkara ini menunjukkan bahwa semua jenis musik
adalah haram sampai pun bernyanyi dengan memukulkan tulang-belulang".
[Lihat Al-Bahr Ar-Ro'iq Syarh Kanz Ad-Daqo'iq (22/117)]
Di dalam hadits ini terdapat isyarat dan peringatan keras
tentang bahaya menghalalkan sesuatu yang haram.
Sedang balasannya, Allah akan mengubah watak, bahkan rupa
si pelakunya menjadi kera dan babi.
Karena itu, setiap orang yang senang dengan musik dan
menghalalkannya dengan perbuatannya, akan mengalami perubahan nyata pada
wataknya.
Tak heran bila kehidupan para artis seperti kera dan babi
yang senang memakan apa saja, tanpa pikir halal-haramnya.
Kehidupan mereka bagikan hewan yang bebas berbuat apa
saja yang mereka inginkan, tanpa menoleh kepada aturan-aturan syariat.
Jadi, musik itu haram! Nah, bagaimana mungkin sesuatu
yang haram (nyanyian dan musik) menjadi sesuatu yang tinggi dan melebihi adzan
yang merupakan syariat suci yang diwajibkan untuk dikumandangkan sebanyak 5 kali
dalam sehari!
Dari sisi lain, Penulis (Sukmawati) berkata,
“Gemulai
gerak tarinya adalah ibadah
Semurni irama puja kepada Illahi Nafas melakukan berpadu cipta.” |
Kami tidak mengerti tarian apa yang dianggap oleh Penulis
sebagai ibadah?
Di dalam Islam, tidak ada keterangan bahwa disana ada
tarian yang termasuk ibadah.
Yang menganggap tarian itu adalah ibadah, hanyalah
pemeluk agama lain, semisal masyarakat Hindu.
Kalau di dalam Islam, sama sekali tarian
bukanlah ibadah!
Kemudian, timbul sebuah pertanyaan, “Apakah tarian itu
setara dengan ibadah dan pujaan kepada Allah.”
Bagi orang beriman, jawabannya pasti, “Tidak akan sama
dan sama sekali tidak sama!”
Mengunggulkan sesuatu di atas syariat Islam
yang merupakan panduan dan ajaran Nabi –alaihish sholatu was salam- adalah
kekafiran yang nyata.
Syaikh Muhammad bin Sulaiman An-Najdi -rahimahulloh- berkata,
"من
اعتقد أن هدي غير النبي صلى الله عليه وسلم أكمل من هديه، أو أن حكم غيره أحسن من
حكمه كالذين يفضلون حكم الطواغيت على حكمه فهو كافر." (انظر : العقيدة
الصحيحة وما يضادها ونواقض الإسلام (ص: 37))
“Siapa saja yang meyakini bahwa hidayah
(panduan) dari selain Nabi –shollallohu alaihi wa sallam- adalah lebih sempurna
dibandingkan panduan beliau, atau (ia meyakini) bahwa hukum (keputusan) selain
beliau lebih baik daripada hukum beliau, seperti halnya orang-orang yang
melebihkan hukum thoghut di atas hukum beliau, maka ia kafir.” [Al-Aqidah
Ash-Shohihah, hlm. 37]
Syaikh Abdul Abdul Aziz bin Baz –rahimahulloh-
berkata,
"وقد أجمع
العلماء على أن من زعم أن حكم غير الله أحسن من حكم الله، أو أن هدي غير رسول الله
صلى الله عليه وسلم أحسن من هدي الرسول صلى الله عليه وسلم فهو كافر." (مجموع
فتاوى ابن باز (1/ 269))
“Sungguh para ulama telah ber-ijma’
(bersepakat) bahwa siapapun yang mengklaim bahwa hukum selain Allah lebih baik
dibandingkan hukum Allah, atau (ia mengklaim) bahwa petunjuk (panduan) dari
selain Rasulullah –shollallohu alaihi wa sallam- lebih baik daripada panduan Rasulullah
–shollallohu alaihi wa sallam-, maka ia kafir.” (Majmu
Fatawa Ibni Baz, jld. 1/hlm. 269)
Para pembaca yang kami muliakan, kedua ulama ini
menjelaskan sebuah keyakinan bahwa siapa yang melebihkan pendapat dan jalan
hidup manusia, ataukah budaya tertentu di atas petunjuk Allah dan Rasul-Nya,
maka ia kafir.
Di dalam pernyataan Ibu Sukmawati, terdapat pernyataan
kekafiran yang beliau harus sadari, sesali, dan bertobat darinya.
Jika ia tidak menyatakan tobatnya, kita khawatirkan
kekafiran akan menimpa dirinya.
Kasus Sukmawati ini hendaknya kita jadikan ibrah (pelajaran)
bahwa di dalam berucap hendaknya kita berhati-hati, dan jangan mengucapkan
sesuatu sebelum mengetahui hukumnya menurut panduan wahyu, apalagi dalam
perkara yang terkait dengan ranah agama Islam dan kesuciannya.
Kasus ini kita jadikan acuan untuk semakin sadar untuk
belajar agama yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan Sunnah, karena dengan
mengikuti panduan keduanya, maka kita akan selamat dunia dan akhirat, insya Allah
–ta’ala-.
Al-Qur’an Al-Karim Allah turunkan agar kita mengenal
jalan-jalan kebaikan untuk kita kerjakan, dan agar kita mengetahui jalan-jalan
keburukan, agar kita jauhi, sehingga kita menjadi insan-insan yang meraih
kebahagiaan.
Al-Qur’an turun, bukan untuk menyusahkan dan
menyengsarakan manusia, tapi ia turun untuk kebaikan dunia dan akhirat kita.
Allah –jalla wa ala- berfirman,
{مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ
لِتَشْقَى (2) إِلَّا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَى (3) تَنْزِيلًا مِمَّنْ خَلَقَ
الْأَرْضَ وَالسَّمَاوَاتِ الْعُلَى (4) } [طه: 2 - 5]
“Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu
agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut
(kepada Allah), yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit
yang tinggi.” (QS Thaha: 2-4)
Siapa yang mengikuti petunjuk dan panduan Al-Qur’an dan Sunnah Rasululloh –alaihish sholatu was salam-, maka ia akan bahagia.
Nah, ketika Al-Qur’an memerintahkan hijab berupa jilbab
dan cadar, maka ketahuilah bahwa di dalam menyambut perintah hijab tsb,
terdapat kebaikan dan kebahagiaan seorang wanita muslimah.
Sebaliknya, bila anda –wahai muslimah- melepas hijab
kemuliaan dan kebahagiaanmu, maka disitulah kerugian dan kesengsaraanmu di
dunia dan kelak di akhirat, karena telah melanggar perintah Sang Maha Pencipta ‘Allah’
–tabaroka wa ta’ala-.
Kemudian kesengsaraan itu akan lebih dahsyat lagi saat
engkau bangga tidak berhijab, bahkan lisanmu melecehkan syariat hijab, lalu
mengajak wanita muslimah bangga dengan konde jahiliah!
Ketahuilah bahwa melecehkan syariat adalah kekafiran yang
akan menjerumuskanmu ke Jahannam!!
Anggaplah dirimu belum mampu berhijab, maka diamlah dan
justru melecehkan syariat hijab. Doakanlah dirimu agar bisa berhijab seperti
wanita-wanita muslimah yang telah berhijab.
Para pembaca yang kami cintai, adzan yang dilecehkan dan
direndahkan oleh Ibu Sukma adalah syariat suci yang datang dari atas langit
ketujuh.
Ia merupakan panggilan khas dalam Islam bagi orang-orang
beriman untuk rukuk dan sujud demi merendah hati dan raga kepada Allah –subhanahu
wa ta’ala-.
Syariat adzan inilah yang amat dibenci oleh setan dan ia
musuhi.
Terakhir, kami perlu ingatkan kepada Ibu Sukmawati bahwa
klarifikasi dan tangisanmu tidaklah bermanfaat, jika engkau tidak bertobat
kepada Allah atas kejahatan dan pelanggaranmu dalam melecehkan Islam.
Bolehlah engkau menangis dan menyesal di hadapan manusia,
tapi lupa wahai Sukma bahwa tobatmu lebih penting dari klarifikasi dan
tangisanmu.
Selesai,
Rabu, 18 Rojab 1439 H,
bertepatan
dengan 4 April 2018 M
di
Bumi Nusantara Milik Allah
-tabaroka
wa ta’ala-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong komentarnya yang sopan