Rabu, 04 April 2018

3 Sisi Pelecehan Sukmawati Soekarno Putri terhadap Syariat Islam dalam Puisi "Ibu Indonesia"




3 Sisi Pelecehan Sukmawati Soekarno Putri terhadap Syariat Islam dalam Puisi "Ibu Indonesia"

oleh : 
Ustadz Rusyaid bin Harun 
-hafizhohulloh-


Puisi “Ibu Indonesia” yang dibacakan Sukmawati Soekarnoputri menjadi polemik dan gelombang kemarahan umat Islam.

Bait puisi yang dibacakan dalam acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018, digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (29/3).

Di dalam puisi itu, ia menyinggung dan merendahkan azan dan cadar saat membandingkannya antara KIDUNG dengan AZAN; antara sari konde dengan CADAR.

Dalam artikel ini, kami mencoba mengkaji secara mendalam –insya Allah- tentang sisi pelecehan dan perendahan si Penulis di balik rangkaian kata-katanya.

Pelecehan Pertama :
Penulis (Sukmawati) berkata,
“Aku tak tahu Syariat Islam
Yang kutahu sari konde ibu Indonesia Ciptakan cantik Lebih cantik dari cadarmu”

Dari potongan kalimat ini, Penulis mengangkat dan meninggikan sari konde di atas cadar.

Ini merupakan pelecehan dan peremehan terhadap syariat Allah yang bernama “cadar”

Seorang muslim tidak boleh meninggikan sesuatu dari selain syariat melebihi syariat dan ajaran agama.

Telah datang laknat bagi mereka yang menggunakan konde di dalam hadits-hadits yang shohih.

Nabi –shollallohu alaihi wa sallam- bersabda,
«لَعَنَ اللَّهُ الوَاصِلَةَ وَالمُسْتَوْصِلَةَ»
“Allah melaknat wanita yang menyambung rambutnya, dan wanita yang meminta agar rambutnya disambung.” [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (no. 5933 & 5934) dan Muslim dalam Shohih-nya (no. 2122)]

Nah, bagaimana mungkin wanita berkonde yang terlaknat melebihi wanita yang bercadar.

Menggunakan konde adalah perbuatan terlaknat!


Pelecehan Kedua :
Penulis (Sukmawati) berkata,
“Gerai tekukan rambutnya suci
Sesuci kain pembungkus ujudmu”

Ini adalah bentuk pelecehan dan perendahan kedua bagi syariat Allah yang bernama “hijab”, jika yang dimaksud dengan “pembungkus ujudmu” disini adalah “hijab” yang menutupi aurat wanita muslimah.

Sebab, kata “pembungkus” adalah kata yang mengandung makna konotosi buruk bagi hijab. Sebab, kata “pembungkus” biasanya digunakan untuk hal yang buruk atau minimal rendah, misal : “pembungkus sampah”, “pembungkus kacang”, “pembungkus ikan”, “pembungkus bakso”, dan lain sebagainya.

Anggaplah kata itu tidak berkonotasi buruk. Tapi masak Penulis menyatakan bahwa “gerai tekukan rambut” sama sucinya dengan hijab. Ya, nggak-lah.

Ini adalah bentuk perendahan dan peremehan terhadap syariat.

Pelecehan Ketiga :
Penulis (Sukmawati) berkata,
“Aku tak tahu syariat Islam
Yang kutahu suara kidung Ibu Indonesia, pergilah elok
Lebih merdu dari alunan adzan mu”

Ini gamblang sekali sebagai bentuk pelecehan terhadap syariat “adzan”. Sebab, si Penulis telah mengangkat, mengagungkan dan melebihkan kidung (nyanyian atau puisi) atas syariat adzan yang diajarkan oleh Rasulullah –shollallahu alaihi wa sallam-.

Adzan merupakan salah petunjuk dan sunnah yang diajarkan oleh beliau, berasal dari Allah –azza wa jalla- Yang Maha Mengetahui segala sesuatu.

Tidak mungkin Allah menurunkan syariat yang lebih rendah dibandingkan nyanyian dan puisi.

Nyanyian yang diiringi musik –walaupun liriknya baik-, maka itu adalah nyanyian yang haram.

Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ وَلَيَنْزِلَنَّ أَقْوَامٌ إِلَى جَنْبِ عَلَمٍ يَرُوحُ عَلَيْهِمْ بِسَارِحَةٍ لَهُمْ يَأْتِيهِمْ يَعْنِي الْفَقِيرَ لِحَاجَةٍ فَيَقُولُونَ ارْجِعْ إِلَيْنَا غَدًا فَيُبَيِّتُهُمْ اللَّهُ وَيَضَعُ الْعَلَمَ وَيَمْسَخُ آخَرِينَ قِرَدَةً وَخَنَازِيرَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
"Sungguh akan ada diantara umatku orang-orang yang akan menghalalkan zina, sutra, khomer dan musik. Sungguh akan ada orang-orang yang tinggal di puncak gunung, sedang mereka akan didatangi pengembala di waktu sore dengan membawa hewan-hewan ternak mereka. Merekapun didatangi oleh orang fakir demi kebutuhannya. Orang-orang itu pun berkata, "Kembalilah kepada kami esok hari". Akhirnya,  Allah membinasakan mereka di waktu malam, menimpakan gunung itu atas mereka serta mengubah yang lainnya menjadi kera dan babi sampai hari kiamat". [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (no. 5590)]

Al-Imam Ibnu Nujaim Al-Hanafiy -rahimahullah- berkata,
"وَدَلَّتْ الْمَسْأَلَةُ عَلَى أَنَّ الْمَلَاهِيَ كُلَّهَا حَرَامٌ حَتَّى التَّغَنِّي بِضَرْبِ الْقَصَبِ." اهـ من البحر الرائق شرح كنز الدقائق ومنحة الخالق وتكملة الطوري (8/ 214)
"Perkara ini menunjukkan bahwa semua jenis musik adalah haram sampai pun bernyanyi dengan memukulkan tulang-belulang". [Lihat Al-Bahr Ar-Ro'iq Syarh Kanz Ad-Daqo'iq (22/117)]

Di dalam hadits ini terdapat isyarat dan peringatan keras tentang bahaya menghalalkan sesuatu yang haram.

Sedang balasannya, Allah akan mengubah watak, bahkan rupa si pelakunya menjadi kera dan babi.

Karena itu, setiap orang yang senang dengan musik dan menghalalkannya dengan perbuatannya, akan mengalami perubahan nyata pada wataknya.

Tak heran bila kehidupan para artis seperti kera dan babi yang senang memakan apa saja, tanpa pikir halal-haramnya.

Kehidupan mereka bagikan hewan yang bebas berbuat apa saja yang mereka inginkan, tanpa menoleh kepada aturan-aturan syariat.

Jadi, musik itu haram! Nah, bagaimana mungkin sesuatu yang haram (nyanyian dan musik) menjadi sesuatu yang tinggi dan melebihi adzan yang merupakan syariat suci yang diwajibkan untuk dikumandangkan sebanyak 5 kali dalam sehari!

Dari sisi lain, Penulis (Sukmawati) berkata,
“Gemulai gerak tarinya adalah ibadah
Semurni irama puja kepada Illahi
Nafas melakukan berpadu cipta.”

Kami tidak mengerti tarian apa yang dianggap oleh Penulis sebagai ibadah?

Di dalam Islam, tidak ada keterangan bahwa disana ada tarian yang termasuk ibadah.

Yang menganggap tarian itu adalah ibadah, hanyalah pemeluk agama lain, semisal masyarakat Hindu.

Kalau di dalam Islam, sama sekali tarian bukanlah ibadah!

Kemudian, timbul sebuah pertanyaan, “Apakah tarian itu setara dengan ibadah dan pujaan kepada Allah.”

Bagi orang beriman, jawabannya pasti, “Tidak akan sama dan sama sekali tidak sama!”

Mengunggulkan sesuatu di atas syariat Islam yang merupakan panduan dan ajaran Nabi –alaihish sholatu was salam- adalah kekafiran yang nyata.

Syaikh Muhammad bin Sulaiman An-Najdi -rahimahulloh- berkata,
"من اعتقد أن هدي غير النبي صلى الله عليه وسلم أكمل من هديه، أو أن حكم غيره أحسن من حكمه كالذين يفضلون حكم الطواغيت على حكمه فهو كافر." (انظر : العقيدة الصحيحة وما يضادها ونواقض الإسلام (ص: 37))
“Siapa saja yang meyakini bahwa hidayah (panduan) dari selain Nabi –shollallohu alaihi wa sallam- adalah lebih sempurna dibandingkan panduan beliau, atau (ia meyakini) bahwa hukum (keputusan) selain beliau lebih baik daripada hukum beliau, seperti halnya orang-orang yang melebihkan hukum thoghut di atas hukum beliau, maka ia kafir.” [Al-Aqidah Ash-Shohihah, hlm. 37]

Syaikh Abdul Abdul Aziz bin Baz –rahimahulloh- berkata,
"وقد أجمع العلماء على أن من زعم أن حكم غير الله أحسن من حكم الله، أو أن هدي غير رسول الله صلى الله عليه وسلم أحسن من هدي الرسول صلى الله عليه وسلم فهو كافر." (مجموع فتاوى ابن باز (1/ 269))
“Sungguh para ulama telah ber-ijma’ (bersepakat) bahwa siapapun yang mengklaim bahwa hukum selain Allah lebih baik dibandingkan hukum Allah, atau (ia mengklaim) bahwa petunjuk (panduan) dari selain Rasulullah –shollallohu alaihi wa sallam- lebih baik daripada panduan Rasulullah –shollallohu alaihi wa sallam-, maka ia kafir.” (Majmu Fatawa Ibni Baz, jld. 1/hlm. 269)

Para pembaca yang kami muliakan, kedua ulama ini menjelaskan sebuah keyakinan bahwa siapa yang melebihkan pendapat dan jalan hidup manusia, ataukah budaya tertentu di atas petunjuk Allah dan Rasul-Nya, maka ia kafir.

Di dalam pernyataan Ibu Sukmawati, terdapat pernyataan kekafiran yang beliau harus sadari, sesali, dan bertobat darinya.

Jika ia tidak menyatakan tobatnya, kita khawatirkan kekafiran akan menimpa dirinya.

Kasus Sukmawati ini hendaknya kita jadikan ibrah (pelajaran) bahwa di dalam berucap hendaknya kita berhati-hati, dan jangan mengucapkan sesuatu sebelum mengetahui hukumnya menurut panduan wahyu, apalagi dalam perkara yang terkait dengan ranah agama Islam dan kesuciannya.

Kasus ini kita jadikan acuan untuk semakin sadar untuk belajar agama yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan Sunnah, karena dengan mengikuti panduan keduanya, maka kita akan selamat dunia dan akhirat, insya Allah –ta’ala-.

Al-Qur’an Al-Karim Allah turunkan agar kita mengenal jalan-jalan kebaikan untuk kita kerjakan, dan agar kita mengetahui jalan-jalan keburukan, agar kita jauhi, sehingga kita menjadi insan-insan yang meraih kebahagiaan.

Al-Qur’an turun, bukan untuk menyusahkan dan menyengsarakan manusia, tapi ia turun untuk kebaikan dunia dan akhirat kita.

Allah –jalla wa ala- berfirman,
{مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى (2) إِلَّا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَى (3) تَنْزِيلًا مِمَّنْ خَلَقَ الْأَرْضَ وَالسَّمَاوَاتِ الْعُلَى (4) } [طه: 2 - 5]  
“Kami tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah), yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.” (QS Thaha: 2-4)

Siapa yang mengikuti petunjuk dan panduan Al-Qur’an dan Sunnah Rasululloh –alaihish sholatu was salam-, maka ia akan bahagia.

Nah, ketika Al-Qur’an memerintahkan hijab berupa jilbab dan cadar, maka ketahuilah bahwa di dalam menyambut perintah hijab tsb, terdapat kebaikan dan kebahagiaan seorang wanita muslimah.

Sebaliknya, bila anda –wahai muslimah- melepas hijab kemuliaan dan kebahagiaanmu, maka disitulah kerugian dan kesengsaraanmu di dunia dan kelak di akhirat, karena telah melanggar perintah Sang Maha Pencipta ‘Allah’ –tabaroka wa ta’ala-.

Kemudian kesengsaraan itu akan lebih dahsyat lagi saat engkau bangga tidak berhijab, bahkan lisanmu melecehkan syariat hijab, lalu mengajak wanita muslimah bangga dengan konde jahiliah!

Ketahuilah bahwa melecehkan syariat adalah kekafiran yang akan menjerumuskanmu ke Jahannam!!

Anggaplah dirimu belum mampu berhijab, maka diamlah dan justru melecehkan syariat hijab. Doakanlah dirimu agar bisa berhijab seperti wanita-wanita muslimah yang telah berhijab.

Para pembaca yang kami cintai, adzan yang dilecehkan dan direndahkan oleh Ibu Sukma adalah syariat suci yang datang dari atas langit ketujuh.

Ia merupakan panggilan khas dalam Islam bagi orang-orang beriman untuk rukuk dan sujud demi merendah hati dan raga kepada Allah –subhanahu wa ta’ala-.

Syariat adzan inilah yang amat dibenci oleh setan dan ia musuhi.

Terakhir, kami perlu ingatkan kepada Ibu Sukmawati bahwa klarifikasi dan tangisanmu tidaklah bermanfaat, jika engkau tidak bertobat kepada Allah atas kejahatan dan pelanggaranmu dalam melecehkan Islam.

Bolehlah engkau menangis dan menyesal di hadapan manusia, tapi lupa wahai Sukma bahwa tobatmu lebih penting dari klarifikasi dan tangisanmu.

Selesai, Rabu, 18 Rojab 1439 H,
bertepatan dengan 4 April 2018 M
di Bumi Nusantara Milik Allah
-tabaroka wa ta’ala-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tolong komentarnya yang sopan