Jumat, 17 Juni 2016

Ancaman Mengerikan bagi Mereka yang Lancang Berbuka di Siang Hari Romadhon sebelum Matahari Tenggelam



Ancaman Mengerikan bagi Mereka yang Lancang Berbuka di Siang Hari Romadhon sebelum Matahari Tenggelam

oleh : Ustadz Abdul Qodir Abu Fa'izah 
-hafizhahullah-

Beberapa hari lalu, manusia Indonesia ramai memperbincangkan tentang kasus Ibu Saeni –semoga Allah memberinya hidayah- yang buka warung di siang hari di Bulan Romadhon, sehingga membuat para Satpol PP Serang, Banten, merasa geram. 

Pasalnya, sudah ada PERDA pelarangan buka warung di siang hari selama Bulan Romadhon. Kemudian kasus ini menuai pro-kontra, sebagaimana dilansir oleh media elektronik 'detik.com'[1]

Kasus ini memanggil kami untuk menuangkan pena ilmu padanya sebagai sebuah renungan bagi kita dan sebagai tanggung jawab ilmiah yang harus kami tunaikan di hadapan Allah -Azza wa Jalla-

Para pembaca yang budiman, "seorang yang dikarunia akal sehat, seyogianya menghiasi dirinya dengan akhlak-akhlak yang utama dan membersihkan diri dari perilaku-perilaku yang buruk lagi rendah secara umum, dan terkhusus lagi di Bulan Romadhon.

Hendaknya ia tidak berbuka di siang hari Bulan Romadhon, tanpa ada udzur (alasan yang dibenarkan dalam syariat), sebagaimana halnya ia tidak menenggak khomer (minuman keras atau narkoba), tidak berzina, tidak meng-ghibah (menceritakan aib orang lain), serta tidak melakukan dosa apapun. 

Jika ia tidak demikian, maka ia akan menjadi orang-orang yang terhalangi dari pahala, lagi terusir dari rahmat Allah Pencipta makhluk. Dosa-dosa mereka akan dilipatgandakan!!" [Lihat Irsyadul Haqq ila Dinil Haqq (8/367)]

Minggu, 05 Juni 2016

Nukilan-nukilan Atsar dari Para Salaf Sholih tentang Kebahagiaan dan Gelora Kerinduan Mereka kepada Bulan Romadhon



Nukilan-nukilan Atsar dari Para Salaf Sholih
tentang Kebahagiaan dan Gelora Kerinduan Mereka 
kepada Bulan Romadhon

oleh : Ustadz Abdul Qodir Abu Fa'izah -hafizhahullah-

Kerinduan kepada Bulan Romadhon di sisi para salaf (Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-, para sahabat, tabi'in dan pengikut setia mereka), bagaikan api yang membara, tak akan padam oleh badai sekencang apapun.
Diantara mereka, ada yang menangis saat mengenang Bulan Romadhon yang baru saja berlalu. Mereka menangis disebabkan karena khawatir apa yang mereka kerjakan di Bulan Romadhon yang baru saja berlalu, tidak diterima di sisi Allah -Azza wa Jalla-. Mereka juga khawatir jangan sampai ajal menjemput sebelum ia berjumpa dengan Bulan Romadhon.
Jauh hari sebelum datangnya Bulan Romadhon, mereka senantiasa berdoa kepada Allah -Tabaroka wa Ta'ala- agar dipertemukan lagi dengan Bulan Romadhon.
Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Rajab Al-Hambaliy -rahimahullah- berkata,
قَالَ بَعْضُ السَّلَفُ : كَانُوْا يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يُبَلِّغَهُمْ شَهْرَ رَمَضَانَ، ثُمَّ يَدْعُوْنَ اللهَ سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَتَقَبَّلَهُ مِنْهُمْ
"Sebagian salaf berkata, "Dahulu mereka (para salaf) berdoa kepada Allah selama 6 bulan agar mereka disampaikan kepada Bulan Romadhon. Kemudian mereka juga berdoa selama 6 bulan agar Allah menerima (amal-amal sholih di bulan suci itu) dari mereka." [Lihat Latho'if Al-Ma'arif (hal. 232)]