Ancaman Mengerikan bagi Mereka yang Lancang Berbuka di Siang Hari Romadhon sebelum Matahari Tenggelam
oleh : Ustadz Abdul Qodir Abu Fa'izah
-hafizhahullah-
Beberapa hari lalu, manusia Indonesia
ramai memperbincangkan tentang kasus Ibu Saeni –semoga Allah memberinya
hidayah- yang buka warung di siang hari di Bulan Romadhon, sehingga membuat
para Satpol PP Serang, Banten, merasa geram.
Pasalnya, sudah ada PERDA pelarangan buka warung di siang hari selama Bulan Romadhon. Kemudian kasus ini menuai pro-kontra, sebagaimana dilansir oleh media elektronik 'detik.com'[1]
Pasalnya, sudah ada PERDA pelarangan buka warung di siang hari selama Bulan Romadhon. Kemudian kasus ini menuai pro-kontra, sebagaimana dilansir oleh media elektronik 'detik.com'[1]
Kasus ini memanggil kami untuk
menuangkan pena ilmu padanya sebagai sebuah renungan bagi kita dan sebagai
tanggung jawab ilmiah yang harus kami tunaikan di hadapan Allah -Azza wa
Jalla-
Hendaknya ia tidak berbuka di siang
hari Bulan Romadhon, tanpa ada udzur (alasan yang dibenarkan dalam syariat),
sebagaimana halnya ia tidak menenggak khomer (minuman keras atau narkoba),
tidak berzina, tidak meng-ghibah (menceritakan aib orang lain), serta tidak
melakukan dosa apapun.
Jika ia tidak demikian, maka ia akan menjadi orang-orang yang terhalangi dari pahala, lagi terusir dari rahmat Allah Pencipta makhluk. Dosa-dosa mereka akan dilipatgandakan!!" [Lihat Irsyadul Haqq ila Dinil Haqq (8/367)]
Jika ia tidak demikian, maka ia akan menjadi orang-orang yang terhalangi dari pahala, lagi terusir dari rahmat Allah Pencipta makhluk. Dosa-dosa mereka akan dilipatgandakan!!" [Lihat Irsyadul Haqq ila Dinil Haqq (8/367)]
Bulan Romadhon adalah bulan yang
diberkahi oleh Allah -Tabaroka wa Ta'ala-. Para
hamba mukmin diberi pertolongan oleh Allah -Azza wa Jalla- untuk bersemangat
dalam memperbanyak dan mengumpulkan banyak amal sholih dan ketaatan di dalamnya
dalam rangka taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah -Subhanahu wa
Ta'ala-.
Bila disana ada sebagian orang yang
tidak punya semangat dalam mengisi dan menghidupkan Romadhonnya dengan berbagai
ketaatan dan jalan-jalan kebaikan (berupa sedekah, sholat tarwih, berdzikir
kepada Allah, bersholawat, menuntut ilmu, dan berdoa kepada Allah, dan lain
sebagainya), maka ini adalah tanda bahwa orang itu adalah orang yang merugi.
Lebih merugi lagi orang yang menodai
kesucian dan kemuliaan Romadhon dengan dosa-dosa besar. Disinilah kita
sayangkan adanya sekelompok manusia yang lancang berbuka di siang hari Bulan
Romadhon.
Tahukah kalian akan besarnya
pelanggaran dan ngerinya siksa yang diperoleh orang yang berani BERBUKA dan
MEMBATALKAN PUASA sebelum datangnya waktu berbuka, yaitu saat tenggelamnya
matahari secara penuh.
Alangkah kerasnya hati mereka sampai berani berbuka di siang hari Romadhon. Mereka tidak menyadari bahwa ia dilihat dan dihisab oleh Allah -Tabaroka wa Ta'ala-.
Alangkah kerasnya hati mereka sampai berani berbuka di siang hari Romadhon. Mereka tidak menyadari bahwa ia dilihat dan dihisab oleh Allah -Tabaroka wa Ta'ala-.
Bagi mereka yang berhati keras itu,
dengarlah sebuah hadits yang mengandung kecaman dan ancaman keras bagi orang
yang berani dan lancang dalam berbuka di siang hari Bulan Romadhon!!
Dari Abu Umamah Al-Bahiliy -radhiyallahu
‘anhu-, Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
بَيْنَا أَنَا
نَائِمٌ إِذْ أَتَانِي رَجُلَانِ فَأَخَذَا بِضَبْعَيَّ فَأَتَيَا بِي جَبَلًا
وَعْرًا فَقَالَا لِي: اصْعَدْ حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِي سَوَاءِ الْجَبَلِ فَإِذَا
أَنَا بِصَوْتٍ شَدِيدٍ فَقُلْتُ: مَا هَذِهِ الْأَصْوَاتُ؟ قَالَ: هَذَا عُوَاءُ
أَهْلِ النَّارِ, ثُمَّ انْطَلَقَ بِي فَإِذَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ
بِعَرَاقِيبِهِمْ مُشَقَّقَةٍ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا,
فَقُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ؟ فَقِيلَ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ
تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ
“Ketika aku tidur, (aku bermimpi)
melihat ada dua orang yang mendatangiku. Kemudian keduanya memegang lenganku
dan membawaku ke gunung yang terjal. Mereka mengatakan, ‘Naiklah!’
Ketika aku sampai di atas gunung,
tiba-tiba aku mendengar suara yang sangat keras. Aku pun bertanya, ‘Suara
apakah ini?’ Mereka menjawab, ‘Ini adalah teriakan penghuni neraka.’
Kemudian mereka membawaku (untuk melanjutkan perjalanan). Tiba-tiba, aku
melihat ada orang yang digantung dengan urat ketingnya (urat di belakang mata
kakinya), dalam kondisi rahangnya (pipinya) disobek, dan mengalirkan darah.
Aku pun bertanya, ‘Siapakah
mereka itu?’ Kedua orang ini menjawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang
berbuka sebelum selesai puasanya (yakni, membatalkan puasanya)'."
[HR. An-Nasa'iy dalam As-Sunan
Al-Kubro (no. 3286), Ibnu Khuzaimah dalam Shohih-nya (no.
1986), Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (no. 2837), Ibnu Hibban dalam Shohih-nya
(no. 7491), Ath-Thobroniy dalam Al-Mu'jam Al-Kabir (no. 7666),
Al-Baihaqiy dalam As-Sunan Al-Kubro (4/216). Hadits ini shohih
sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah
(no. 3951)]
Cobalah anda perhatikan hadits ini
dengan seksama. Betapa ngerinya dosa dan hukuman yang didapatkan oleh orang
yang membatalkan puasanya.
Jika orang yang asalnya berpuasa, ia mendapatkan hukuman berat seperti ini, akibat ia batalkan puasanya, sebelum waktunya, nah kira-kira bagaimana pandangan kalian dengan orang yang memang sengaja tidak mau berpuasa di Bulan Romadhon, tanpa ada alasan yang dibenarkan menurut pandangan syariat?!
Jelas, hukuman yang didapatkan lebih besar lagi, karena pelakunya tidak lagi punya penghormatan dan pemuliaan kepada Allah yang menetapkan syiar puasa ini.
Jika orang yang asalnya berpuasa, ia mendapatkan hukuman berat seperti ini, akibat ia batalkan puasanya, sebelum waktunya, nah kira-kira bagaimana pandangan kalian dengan orang yang memang sengaja tidak mau berpuasa di Bulan Romadhon, tanpa ada alasan yang dibenarkan menurut pandangan syariat?!
Jelas, hukuman yang didapatkan lebih besar lagi, karena pelakunya tidak lagi punya penghormatan dan pemuliaan kepada Allah yang menetapkan syiar puasa ini.
Al-Imam Mahmud bin Muhammad bin
Khoththob As-Subkiy -rahimahullah- berkata saat membawakan
hadits-hadits berisi ancaman bagi orang yang membatalkan puasanya, tanpa udzur,
(ففي
هذه) الأحاديث الوعيد الشديد والتشنيع الفظيع على من تعمد الفطر في رمضان بلا عذر
أو ارتكب فيه إثماً وأنه يضيع ثوابه ويحبط عمله. ومما يؤلم نفس الغيور ويضيق به
صدره، أن يرى مخالفة هذه الأحاديث من بعض من يزعم انهم مسلمون. فيفطرون في رمضان
جهاراً في الشوارع والأسواق ولا يجدون من ينهاهم. وإذا نهاهم إنسان قل أن يسلم من
أذى فإنا لله وإنا إليه راجعون. ونرى كثيراً من المطاعم والمقاهي في المدن والقرى
مفتحة الأبواب للمفطرين نهاراً جهاراً
وفي الليل ترى محلات
الفجور وحانات الخمور وأماكن الملاهي والقمار يؤمها الأشرار في ليالي رمضان التي
هي جديرة بالصلاة والقيام والتوبة من جميع الآثام فلو علم هؤلاء الجهال ما في قيام
رمضان من الثواب ونزول الرحمات لرجعوا إلى الله تائبين وعلى ما فرطوا نادمين. ولكن
استحوذ عليهم الشيطان فأنساهم ذكر الله أولئك حزب الشيطان ألا إن حزب الشيطان هم
الخاسرون.
نعم نرى المساجد
يؤمها في رمضان كثير من الناس ولكنهم قليلون بالنسبة لمن يؤم محلات الفساد
والفجور.
فالعاقل من خالف نفسه
وهواه وتاب إلى مولاه وأقبل في رمضان على طاعة الله وأكثر فيه من الصدقة على أهل
الفاقة والاحتياج ووصل الأرحام واعتصم بحبل الله الذي لا ينام واستمسك بالعروة
الوثقى وبذا يحوز الفضل والرضا ويكون من حزب الله ألا إن حزب الله هم المفلحون.
"Di
dalam hadits-hadits ini, terdapat ancaman yang keras dan kecaman yang
mengerikan atas orang yang sengaja berbuka (di siang hari Romadhon), tanpa udzur;
atau ia melakukan suatu dosa di dalamnya dan bahwa pahalanya akan sia-sia serta
amalannya hancur
Diantara perkara yang menyakitkan
jiwa orang yang cemburu (terhadap agamanya) dan dadanya menjadi sempit
karenanya, saat ia melihat penyelisihan terhadap hadits-hadits ini dari
sebagian orang yang mengklaim bahwa mereka adalah muslim, lalu mereka berbuka
di Bulan Romadhon dengan terang-terangan di jalanan, dan pasar-pasar. Sementara
itu mereka tidak menjumpai orang yang melarangnya. Kalau pun ada orang yang
melarang mereka, jarang sekali orang itu selamat dari hal yang menyakitkan.
Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un.
Kita melihat kebanyakan restoran dan
warung-warung di perkotaan, dan perkampungan terbuka pintu-pintunya bagi
orang-orang yang berbuka (yakni, membatalkan puasanya) di siang hari secara
terang-terangan…
Di malam hari, anda akan melihat
tempat-tempat mesum, bar-bar, dan tempat-tempat musik dan perjudian, didatangi
oleh orang-orang buruk di malam-malam Romadhon yang semestinya diisi dengan
sholat, tarwih dan tobat dari semua dosa-dosa.
Andaikan orang-orang jahil itu
mengetahui sesuatu yang terdapat pada sholat tarwih berupa pahala dan turunnya
rahmat-rahmat Allah, niscaya mereka akan kembali kepada Allah dalam keadaan
bertobat dan menyesali apa yang mereka sia-siakan.
Akan tetapi setan sudah menguasai
mereka, sehingga setan pun membuatnya lupa dalam mengingat Allah. Itulah
golongan setan. Ingatlah golongan setan adalah orang-orang merugi.
Ya, memang kita melihat
masjid-masjid didatangi di Bulan Romadhon oleh banyak orang. Namun mereka itu
sedikit dibandingkan orang-orang yang mendatangi tempat-tempat kerusakan dan
kefajiran.
Orang yang berakal itu adalah orang
yang menyelisihi hawa nafsunya, dan bertobat kepada Pemilik-nya (yakni, Allah),
serta fokus di Bulan Romadhon di atas ketaatan kepada Allah dan memperbanyak
sedekah kepada orang-orang fakir dan butuh serta menyambung tali silaturahim
dan berpegang teguh dengan tali Allah Yang tidak pernah tidur, dan berpegang
dengan tali yang kokoh. Dengan inilah, seseorang akan menghimpun keutamaan dan
keridhoan serta menjadi hizbullah (golongan Allah). Ingatlah, sesungguhnya
golongan Allah itulah orang-orang yang beruntung." [Lihat Ad-Din Al-Kholish
(8/370-372)]
Ulama Negeri Syam, Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy -rahimahullah- berkata setelah menetapkan
shohih-nya hadits di atas,
هذه عقوبة من صام
ثمَّ أفطر عمدًا قبل حلول وقت الإفطار، فكيف يكون حال من لا يصوم أَصلاً؟! نسأل
الله السلامة والعافية في الدنيا والآخرة.
واعلم أنَّ وقت
الإفطار إِنّما هو غروب الشمس كما في الحديث الصحيح: "إذا أقبل الليل من
ههنا، وأَدبر النهار من ههنا، وغربت الشمس؛ فقد أَفطر الصائم" متفق عليه.
"Ini
adalah hukuman bagi orang berpuasa, lalu berbuka (yakni, batalkan puasa) secara
sengaja sebelum datangnya waktu berbuka. Nah, bagamana lagi keadaannya orang
yang memang asalnya tidak berpuasa?!
Ketahuilah bahwa waktu berbuka
adalah saat tenggelamnya matahari, sebagaimana yang terdapat sebuah hadits yang
shohih, "Jika waktu malam telah datang dari sini, waktu siang pergi dari
sini, dan matahari pun telah tenggelam, maka sungguh orang berpuasa telah
berbuka." Muttaafaqun alaihi[2]." [Lihat Shohih Mawarid
Azh-Zhom'an (2/199), oleh Al-Albaniy, cet. Dar Ash-Shumai'iy, 1422 H]
Di dalam hadits ini, Rasulullah
-Shallallahu alaihi wa sallam- menyebutkan siksaan keras bagi orang sengaja
berbuka puasa sebelum waktunya. Pelakunya digantung dengan urat ketingnya dalam
keadaan kepalanya menghadap ke bawah, dan mulutnya dirobek dengan beralirkan
darah.
Ini menunjukkan bahwa berbuka di
Bulan Romadhon sebelum waktu berbuka adalah DOSA BESAR, sebagaimana yang
dijelaskan oleh para ulama kita. [Lihat I'lam Al-Muwaqqi'in (4/401)]
Seorang ulama Syafi'iyyah, Al-Imam
Ibnu Hajar Al-Haitamiy -rahimahullah- berkata,
الكبيرة
الأربعون والحادية والأربعون بعد المائة : ترك صوم يوم من أيام رمضان والإفطار فيه
بجماع أو غيره بغير عذر من نحو مرض أو سفر
"Dosa yang ke-140 dan ke-141
adalah meninggalkan puasa di suatu hari diantara hari-hari Romadhon, dan berbuka
di siang hari Romadhon dengan sebab jimak atau yang lainnya, tanpa ada
udzur (alasan yang diterima dalam syariat) berupa sakit atau safar." [Lihat Az-Zawajir 'an Iqtirof Al-Kaba'ir
(1/379), oleh Al-Haitamiy, cet. Al-Maktabah Al-Ashriyyah, 1420 H]
Dosa
orang berbuka di siang hari Romadhon sama kedudukannya dengan orang yang
melewatkan sholatnya dari waktunya. Kedua golongan manusia ini telah terjatuh
dalam dosa besar dan berhak mendapatkan hukuman berat di akhirat, bila ia tidak
segera bertobat sampai ajal menjemputnya.
Syaikhul
Islam Abul Abbas Ahmad bin Abdil Halim Al-Harroniy -rahimahullah- berkata,
مَنْ
أَفْطَرَ عَامِدًا بِغَيْرِ عُذْرٍ كَانَ فِطْرُهُ مِنْ الْكَبَائِرِ وَكَذَلِكَ
مَنْ فَوَّتَ صَلَاةَ النَّهَارِ إلَى اللَّيْلِ عَامِدًا مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ
كَانَ تَفْوِيتُهُ لَهَا مِنْ الْكَبَائِرِ
"Barangsiapa yang sengaja
berbuka, tanpa udzur, maka berbukanya ia (sebelum waktunya di Bulan Romadhon)
termasuk dosa besar. Demikian pula halnya orang yang meluputkan (melewatkan)
sholat siangnya (misalnya, Sholat Ashar) ke waktu malam dengan sengaja, tanpa
ada udzur, maka perbuatannya itu termasuk dosa besar." [Lihat Majmu' Al-Fatawa (25/225) oleh Ibnu
Taimiyyah, cet. Dar Al-Wafa', 1426 H]
Dahulu,
di zaman para salaf, manusia amat menanti-nanti Bulan Romadhon dan mengisinya
dengan puasa dan amalan-amalan sholih lainnya. Mereka melatih anak-anak kecil
mereka sejak dini untuk berpuasa, sebagaimana halnya mereka juga memerintahkan
untuk menunaikan sholat wajib.
Dari Ar-Rubayyi'
bintu Mu'awwidz bin Afro' -radhiyallahu anhu- , ia berkata,
عَنِ
الرُّبَيِّعِ بِنْتِ مُعَوِّذِ بْنِ عَفْرَاءَ رضي الله عنها قَالَتْ : أَرْسَلَ
رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم غَدَاةَ عَاشُورَاءَ إِلَى قُرَى الأَنْصَارِ
الَّتِى حَوْلَ الْمَدِينَةِ : (مَنْ كَانَ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيُتِمَّ
صَوْمَهُ ، وَمَنْ كَانَ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ) ،
فَكُنَّا بَعْدَ ذَلِكَ نَصُومُهُ ، وَنُصَوِّمُ صِبْيَانَنَا الصِّغَارَ مِنْهُمْ
إِنْ شَاءَ اللَّهُ ، وَنَذْهَبُ إِلَى الْمَسْجِدِ ، فَنَجْعَلُ لَهُمُ
اللُّعْبَةَ مِنَ الْعِهْنِ ، فَإِذَا بَكَى أَحَدُهُمْ عَلَى الطَّعَامِ
أَعْطَيْنَاهَا إِيَّاهُ عِنْدَ الإِفْطَارِ
”Rasulullah mengirim utusan di pagi
hari ‘Asyura’ ke kampung-kampung kaum Anshar yang berada disekitar Madinah
(untuk mengumumkan), Barangsiapa di pagi hari ini berpuasa, hendaklah ia menyempurnakan
puasanya. Barangsiapa di pagi hari ini berbuka (tidak berpuasa), hendaklah ia
menyempurnakan sisa harinya (dengan berpuasa).”
Ar-Rubayyi’
berkata, “Setelah peristiwa itu, kami selalu melakukan puasa ‘Asyura
dan mengajak anak-anak kami yang masih kecil di antara mereka untuk
berpuasa. Kami (mengajak) mereka pergi ke masjid, lalu kami membuat mainan dari
kapas untuk mereka. Apabila salah seorang dari mereka menangis meminta makanan,
kami memberi mainan itu kepadanya hingga tiba waktu berbuka.” [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (1960),
dan Muslim dalam Shohih-nya (1136)]
Di
zaman kekhilafahan Umar bin Khoththob, beliau marah saat menyaksikan
orang yang mabuk di siang hari Bulan Romadhon. Ketika itu beliau berkata,
فِي
رَمَضَانَ وَيْلَكَ وَصِبْيَانُنَا صِيَامٌ فَضَرَبَهُ
“(Apakah kalian mabuk) di Bulan
Romadhon, sementara anak-anak kita berpuasa.” Lalu Umar mencambuk orang
itu." [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya
secara mu'allaq (5/70), Ali bin Al-Ja'ad dalam Musnad-nya
(595), Ibnu Sa'ad dalam Ath-Thobaqot Al-Kubro (6/115),
Al-Baihaqiy dalam As-Sunan Al-Kubro (8/321), dan Ibnu Asakir
dalam Tarikh Dimasyqo (1/356)]
Puasa
Romadhon sebagai ciri keislaman yang melekat pada diri kaum muslimin sejak
zaman dahulu kala.
Apabila mereka melihat ada yang tidak berpuasa Romadhon, maka mereka mencurigai dan meragukan keislaman orang itu. Sebab, kebiasaan yang terpelihara di sisi kaum muslimin sejak zaman kenabian adalah kuatnya penjagaan dan perhatian mereka terhadap syariat puasa Romadhon.
Apabila mereka melihat ada yang tidak berpuasa Romadhon, maka mereka mencurigai dan meragukan keislaman orang itu. Sebab, kebiasaan yang terpelihara di sisi kaum muslimin sejak zaman kenabian adalah kuatnya penjagaan dan perhatian mereka terhadap syariat puasa Romadhon.
Al-Imam
Al-Hafizh Muhammad bin Utsman Adz-Dzahabiy
-rahimahullah-
وعند
المؤمنين مقرر: أنَّ من ترك صوم رمضان بلا عذر أنه شر من الزاني ومدمن الخمر ، بل
يشكون في إسلامه ، ويظنون به الزندقة والانحلال " اهـ
"Di sisi orang-orang beriman,
telah diakui bahwa barangsiapa yang meninggalkan puasa Romadhon, tanpa udzur,
maka ia lebih buruk dibandingkan pezina dan pecandu khomer, bahkan mereka
meragukan keislamannya dan menyangka pada dirinya terdapat kezindikan
(kemunafikan) dan keterlepasan (dari agama)." [Lihat Al-Kaba'ir (hal. 161), oleh
Adz-Dzahabiy, dengan tahqiq Masyhur Hasan Salman, cet. Maktabah
Al-Furqon, 1424 H]
Berbuka
di siang hari Romadhon adalah maksiat dan dosa besar.
Bila penyakit ini dibiarkan tersebar, tanpa ada hukuman dan pelajaran dari pemerintah dan orang tua atau wali dan pemimpin yang bertanggung jawab atas mereka, maka kebiasaan buruk ini nanti akan membuat yang lain akan ikut berani berbuka di siang hari Bulan Romadhon, bahkan boleh jadi terang-terangan melakukannya di depan manusia, tanpa rasa malu dan takut kepada siapa pun.
Bila penyakit ini dibiarkan tersebar, tanpa ada hukuman dan pelajaran dari pemerintah dan orang tua atau wali dan pemimpin yang bertanggung jawab atas mereka, maka kebiasaan buruk ini nanti akan membuat yang lain akan ikut berani berbuka di siang hari Bulan Romadhon, bahkan boleh jadi terang-terangan melakukannya di depan manusia, tanpa rasa malu dan takut kepada siapa pun.
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullah- berkata saat
ditanya tentang orang sengaja berbuka di siang hari Romadhon, tanpa ada udzur,
إذَا
أَفْطَرَ فِي رَمَضَانَ مُسْتَحِلًّا لِذَلِكَ وَهُوَ عَالِمٌ بِتَحْرِيمِهِ
اسْتِحْلَالًا لَهُ وَجَبَ قَتْلُهُ وَإِنْ كَانَ فَاسِقًا عُوقِبَ عَنْ فِطْرِهِ
فِي رَمَضَانَ بِحَسَبِ مَا يَرَاهُ الْإِمَامُ وَأُخِذَ مِنْهُ حَدُّ الزِّنَا
وَإِنْ كَانَ جَاهِلًا عُرِّفَ بِذَلِكَ وَأُخِذَ مِنْهُ حَدُّ الزِّنَا
وَيُرْجَعُ فِي ذَلِكَ إلَى اجْتِهَادِ الْإِمَامِ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ .
"Bila ia berbuka di (siang
hari) Romadhon dalam kondisi ia menganggap hal itu boleh, sedang ia tahu
keharamannya, karena ia menganggap hal halal, maka wajib dibunuh (oleh
pemerintah). Jika ia fasik, maka ia dihukum karena ia berbuka di (siang hari)
Romadhon, maka tergantung pandangan pemerintah dan ia dihukum dengan hukuman
hadd zina (yakni, dicambuk)[3].
Jika ia jahil, maka ia diberitahu tentang hal itu, dan ia dihukum dengan
hukuman hadd zina (yakni, dicambuk)[4],
serta dikembalikan hal itu kepada ijtihad pemerintah, wallahu a'lam." [Lihat Majmu' Al-Fatawa (25/265)]
"Wajib
bagi orang yang melakukan maksiat yang besar ini (yakni, membatalkan puasa di
siang hari Romadhon, tanpa udzur) untuk bertobat kepada Allah -Ta'ala-, ikut
berpuasa dan takut kepada siksa Allah. Karena, berbuka di (siang hari) Romadhon
merupakan bukti yang menunjukkan kerusakan hati kita, buruknya jiwa kita, dan
peremehan terhadap syariat." [Lihat Ahadits Ash-Shiyam (hal.
57), cet. Darul Muslim, 1422 H]
Allah
–Jalla wa 'Alaa- berfirman,
وَلاَ
تَعَاوَنُوا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
شَدِيدُ الْعِقَابِ [المائدة : 2]
"Dan janganlah kalian
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kalian
kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (QS. Al-Maa'idah : 2)
Abu
Bakr Ahmad Al-Jashshosh Ar-Roziy -rahimahullah-
berkata,
وقوله
تعالى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان نهى عن معاونة غيرنا على معاصي الله تعالى
"Firman Allah -Ta'ala- (yang
artinya:) 'Dan janganlah kalian tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran,' merupakan larangan dari menolong orang lain di atas maksiat
kepada Allah." [Lihat Ahkam Al-Qur'an (3/296)]
Al-Allamah
Shiddiq Hasan Khan Al-Qinnaujiy -rahimahullah-
berkata,
فلا
يبقى نوع من أنواع الموجبات للإثم، ولا نوع من أنواع الظلم للناس إلا وهو داخل تحت
هذا النهي
"Tidak tersisa suatu jenis
diantara jenis-jenis perkara yang melahirkan dosa dan tidak pula suatu jenis
diantara jenis-jenis kezaliman kepada manusia, kecuali ia ,asuk dalam larangan
ini." [Lihat Fathul Bayan
(3/331), cet. Al-Maktabah Al-Ashriyyah, 1412 H]
Salah
satu dosa dan kezaliman yang dicakup oleh ayat itu, seseorang buka warung dan
berjualan makanan siap saji kepada masyarakat, baik itu muslim atau kafir.
Mungkin
anda bertanya, "Apa urusannya dengan orang kafir. Kok kita tidak boleh
berjualan makanan kepada mereka?"
Jawabnya
bahwa orang kafir juga asalnya terkena perintah dan larangan. Semua perkara
yang Allah wajibkan, asalnya mereka wajib mengerjakannya, sebagaimana semua
perkara yang terlarang, harus mereka tinggalkan.
Jadi, orang kafir juga asalnya diperintah berpuasa dan dilarang makan di siang hari Romadhon.
Jadi, orang kafir juga asalnya diperintah berpuasa dan dilarang makan di siang hari Romadhon.
Dasar
dan landasan perkara ini, firman Allah -Tabaroka wa Ta'ala-,
فِي
جَنَّاتٍ يَتَسَاءَلُونَ (40) عَنِ الْمُجْرِمِينَ (41) مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ
(42) قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ (43) وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ
الْمِسْكِينَ (44) وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِينَ (45) وَكُنَّا نُكَذِّبُ
بِيَوْمِ الدِّينِ (46) حَتَّى أَتَانَا الْيَقِينُ (47) [المدثر : 40 - 47]
"Berada di dalam syurga, mereka
tanya-menanya, tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, "Apakah yang
memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami
dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak
(pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami membicarakan yang bathil,
bersama dengan orang-orang yang membicarakannya, dan adalah kami mendustakan
hari pembalasan, hingga datang kepada kami kematian". (QS. Al-Muddatstir : 40-47)
Al-Imam
Abu Hafsh Umar Ibnu Adil Ad-Dimasyqiy -rahimahullah-
berkata,
وهذه
الآية تدل على أن الكفار مخاطبون بفروع الشرعية.
"Ayat ini menunjukkan bahwa
orang-orang kafir dibebani dengan cabang-cabang syariat." [Lihat Tafsir Al-Lubab (19/530), oleh Ibnu
Adil, cet. Dar Al-Kutub Al-Ilmiyyah]
Ayat
yang ke-42 sampai terakhir dari ayat-ayat tersebut, dijadikan dalil oleh Imamul
Haromain Abdul Malik bin Abdillah Al-Juwainiy -rahimahullah- untuk menyatakan bahwa orang kafir pun
dibebani dan diwajibkan mengerjakan cabang-cabang syariat (seperti : sholat,
puasa, haji, zakat, dan lainnya). Hanya saja kewajiban itu bagi mereka tidak
berbuah pahala, karena kekafiran mereka.
Imamul
Haromain Al-Juwainiy -rahimahullah- berkata
sebelum membawakan ayat itu,
والكفار
مخاطبون بفروع الشرائع وبما لا تصح إلا به وهو الإسلام
"Orang-orang kafir terbebani
dengan cabang-cabang syariat dan sesuatu yang tidaklah sah hal-hal itu, kecuali
dengannya, yakni Islam." [Lihat
Al-Waroqot fi Ushul Al-Fiqh (hal. 14)]
Di
dalam ayat lain, Allah menegaskan,
وَوُضِعَ
الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا
وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً
إِلَّا أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِرًا وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ
أَحَدًا [الكهف/49]
"Dan diletakkanlah kitab, lalu
kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis)
di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, Kitab apakah Ini
yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia
mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang Telah mereka kerjakan ada
(tertulis). dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun". (QS. Al-Kahfi : 49)
Al-Imam
Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithiy -rahimahullah-
berkata,
هَذِهِ
الْآيَةُ الْكَرِيمَةُ يُفْهَمُ مِنْهَا أَنَّ الْكُفَّارَ مُخَاطَبُونَ بِفُرُوعِ
الشَّرِيعَةِ ; لِأَنَّهُمْ وَجَدُوا فِي كِتَابِ أَعْمَالِهِمْ صَغَائِرَ
ذُنُوبِهِمْ مُحْصَاةً عَلَيْهِمْ ، فَلَوْ كَانُوا غَيْرَ مُخَاطَبِينَ بِهَا
لَمَا سُجِّلَتْ عَلَيْهِمْ فِي كِتَابِ أَعْمَالِهِمْ . وَالْعِلْمُ عِنْدَ
اللَّهِ تَعَالَى .
"Ayat yang mulia ini dipahami darinya
bahwa orang-orang kafir terbebani dengan cabang-cabang syariat. Karena, mereka
menemukan dalam catatan-catatan amal mereka dosa-dosa kecil mereka tercatat
bagi mereka. Andaikan mereka tidak terbebani dengannya, maka pasti hal itu
tidak akan tercatat bagi mereka di dalam
catatan-catatan amal mereka. Ilmu itu hanya ada di sisi Allah -Ta'ala-." [Lihat Adhwa' Al-Bayan (3/289), cet. Dar
Al-Fikr]
Allah
juga berfirman,
وَوَيْلٌ
لِلْمُشْرِكِينَ (6) الَّذِينَ لَا يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ بِالْآَخِرَةِ هُمْ
كَافِرُونَ [فصلت/6، 7]
"Dan kecelakaan besarlah bagi
orang-orang yang mempersekutukan-Nya (kaum musyrikin), (yaitu) orang-orang yang
tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat." (QS. Fushshilat : 6-7)
Al-Imam
Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithiy -rahimahullah-
berkata,
قَدِ
اسْتَدَلَّ بَعْضُ عُلَمَاءِ الْأُصُولِ بِهَذِهِ الْآيَةِ الْكَرِيمَةِ عَلَى
أَنَّ الْكُفَّارَ مُخَاطَبُونَ بِفُرُوعِ الشَّرِيعَةِ ; لِأَنَّهُ - تَعَالَى -
صَرَّحَ فِي هَذِهِ الْآيَةِ الْكَرِيمَةِ بِأَنَّهُمْ مُشْرِكُونَ ، وَأَنَّهُمْ
كَافِرُونَ بِالْآخِرَةِ ، وَقَدْ تَوَعَّدَهُمْ بِالْوَيْلِ عَلَى شِرْكِهِمْ
وَكُفْرِهِمْ بِالْآخِرَةِ ، وَعَدَمِ إِيتَائِهِمُ الزَّكَاةَ
"Sebagian ulama ushul berdalil
dengan ayat yang mulia ini bahwa orang-orang kafir terbebani dengan
cabang-cabang syariat. Karena, Allah -Ta'ala- menegaskan di dalam ayat yang
mulia ini bahwa mereka adalah kaum musyrikin dan bahwa mereka kafir terhadap
akhirat. Sungguh Allah mengancam mereka dengan kecelakaan atas kesyirikan dan
kekafiran mereka serta keberadaan mereka yang tidak menunaikan zakat." [Lihat Adhwa' Al-Bayan (7/10), cet. Dar
Al-Fikr]
Allah
-Azza wa Jalla- berfirman,
وَلِلَّهِ
عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ
فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
[آل عمران/97]
"Mengerjakan haji adalah
kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya
Allah Maha Kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Ali Imraan : 97)
Sejumlah
ayat ini menunjukkan kepada kita dengan jelas bahwa seluruh manusia terkena
kewajiban-kewajiban agama, baik itu berkaitan dengan aqidah dan prinsip,
ataukah selainnya dari cabang-cabang syariat.
Terakhir,
untuk melengkapi pembahasan ini, kami nukilkan disini sebuah fatwa dari para
ulama di Timur Tengah yang tergabung sebuah komite yang dikenal dengan Al-Lajnah
Ad-Da'imah li Al-Buhuts Al-Ilmiyyah wa Al-Ifta'
Ketika
ditanya tentang hukum buka warung di siang hari Romadhon untuk orang-orang
kafir, maka mereka memberikan jawaban resmi berikut :
ج: لا يجوز فتح المطعم
في نهار رمضان للكفار ولا خدمتهم فيه؛ لما فيه من المحاذير الشرعية العظيمة، من
إعانة لهم على ما حرم الله، ومعلوم من الشرع المطهر أن الكفار مخاطبون بأصول
الشريعة وفروعها ،
ولا
ريب أن صيام رمضان من أركان الإسلام، وأن الواجب عليهم فعل ذلك مع تحقيق شرطه وهو
الدخول في الإسلام،
فلا
يجوز للمسلم أن يعينهم على ترك ما أوجب الله عليهم، كما لا يجوز له خدمتهم على وجه
فيه إذلال للمسلم وإهانة له؛ كتقديم الطعام لهم ونحوه،
ويجب
التزام الكفار القادمين إلى بلاد الإسلام بعدم مزاولة ما يخالف شعائر الإسلام
ويؤذي المسلمين ويثير مشاعرهم؛
لهذا
فيجب إغلاق المطعم المذكور في الشركة المذكورة في نهار شهر رمضان.
وبالله
التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.
"Tidak boleh membuka warung
makan di siang hari Romadhon untuk orang-orang kafir dan tidak pula melayani
mereka dalam hal itu. Karena sesuatu yang terdapat padanya berupa
larangan-larang syariat yang besar berupa menolong mereka di atas perkara yang
Allah haramkan. Sudah dimaklumi dari syariat yang suci ini bahwa orang-orang
kafir dibebani prinsip-prinsip syariat dan cabang-cabangnya.
Tidak
diragukan lagi bahwa berpuasa di Bulan Romadhon termasuk rukun Islam dan bahwa
kewajiban atas mereka (orang kafir) adalah mengerjakan hal-hal itu, seiiring
mereka mewujudkan syaratnya, yakni masuk Islam
Tidak
boleh bagi seorang muslim menolong mereka dalam meninggalkan perkara yang Allah
wajibkan bagi mereka, sebagaimana halnya tidak boleh melayani mereka dalam segi
yang di dalamnya terdapat perendahan dan penghinaan bagi seorang muslim,
seperti menyajikan makanan bagi mereka dan selainnya, dan wajib bagi orang-orang
kafir yang datang ke negeri Islam untuk tidak mengerjakan hal-hal yang menyelisihi
syiar-syiar Islam, mengganggu kaum muslimin dan memancing (menyinggung)
perasaan mereka.
Karena
inilah, wajib menutup warung tersebut di perusahaan itu di siang hari Bulan
Romadhon." [Lihat Fatawa Al-Lajnah
Ad-Da'imah (9/37)]
Adapun
masalah bahwa musafir boleh berbuka, sehingga boleh makan di warung, maka jika
mereka telah mengetahui adanya pelarangan buka warung, maka pasti mereka akan
mencari solusinya berupa membawa makanan, atau solusi yang lainnya. Itu hanya
teknis saja yang dapat diatasi, insya Allah.
Kesimpulannya
bahwa berbuka di siang hari Romadhon adalah dosa besar, sebagaimana halnya buka
warung di siang hari Romadhon juga haram, karena merupakan sarana yang membantu
orang-orang dalam membatalkan puasanya.[5]
Link Artikel : http://pesantren-alihsan.org/ancaman-mengerikan-bagi-yang-lancang-berbuka-di-siang-hari-romadhon.html
[1] Baca
: http://news.detik.com/berita/3232263/setelah-dirazia-satpol-pp-warteg-saeni-tutup-hingga-lebaran-dan-ingin-mudik
[2]
HR.
Al-Bukhoriy (1954), dan Muslim (1100).
[3] Sebagaimana
yang dilakukan oleh Umar -radhiyallahu anhu- dalam atsar yang telah kami
bawakan.
[4] Sebagaimana
yang dilakukan oleh Umar -radhiyallahu anhu- dalam atsar yang telah kami
bawakan.
[5] Selesai
pada tanggal 9 Romadhon 1437 H
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong komentarnya yang sopan