"Empat Buah Ketaqwaan"
Taqwa
adalah sebuah kemuliaan. Dengannya, seorang mendapatkan fadhilah dan keutamaan
di sisi Allah -Tabaroka wa Ta'ala-. Setiap hamba yang beriman diperintahkan
oleh Allah -Azza wa Jalla- untuk selalu menjaga dan memelihara
ketaqwaannya.
Ketaqwaan
merupakan cerminan taatnya seorang hamba kepada Allah dan jauhnya ia dari
segala warna maksiat. Kalaupun ia jatuh dalam maksiat, maka ia segera terdorong
untuk bertobat dan menutupi keburukan maksiatnya dengan kebaikan dan amal
sholih. Dosa di sisinya, bagaikan gunung tinggi yang siap menimpa dirinya.
Soerang
hamba yang bertaqwa selalu diiringi oleh dzikrullah (mengingat Allah). Lisannya
senantiasa basah dengan dzikrullah dalam memuji dan memohon kepada Robb-nya.
Batinnya selalu menuju ke atas Arsy dalam mengingat Allah -Subhanahu wa
Ta'ala-. Anggota badannya pun bergerak dan berbuat sesuai tuntutan dzikrullah
(mengingat Allah). Kakinya melangkah kepada suatu tempat yang mengingatkannya
akan kebesaran Tuhannya. Tangannya senantiasa terulur kepada kau fuqoro' dan
miskin, atas tuntutan dzikrullah (ingatannya kepada Allah). Ia melihat dirinya
di dunia seakan berdiri di hadapan Allah, membutuhkan uluran bantuan dari Allah
Al-Aziz Al-Ghoffar, di Hari Pembalasan yang amat mengerikan.
Seorang
yang bertaqwa di kala mendapatkan nikmat apa saja, maka nikmat ia syukuri
dengan jiwa dan raganya, Lisannya memuji Allah -Azza wa Jalla- atas
nikmat ia terima. Hatinya mengikrarkan akan kemurahan Allah yang telah
menganugerahkan semua nikmat itu kepadanya. Kemudian semua nikmat itu ia
gunakan dalam pengabdian dan ketaatannya kepada Allah –Jalla Dzikruh-.
Jika
seorang hamba berada di atas kondisi demikian, maka itulah sebenar-benarnya
taqwa. Inilah yang pernah difirmankan oleh Allah -Ta'ala- dalam sebuah ayat
yang agung tentang taqwa,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا
تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
[آل عمران/102]
"Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam." (QS. Ali Imran : 102)
Di
saat menjelaskan makna "sebenar-benar takwa kepada-Nya",
Sahabat yang mulia, Abdullah bin Mas'ud Al-Hudzaliy -radhiyallahu anhu-
berkata,
أَنْ
يُطَاعَ فَلاَ يُعْصَى، وَيُذْكَرَ فَلاَ يُنْسَى، وَيُشْكَرَ فَلاَ يُكْفَرُ.
"Allah ditaati, tidak
dimaksiati; Allah diingat, tidak dilupakan; Allah disyukuri, tidak di-kufur-i
(tidak diingkari nikmat-Nya)."
[HR.
Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (34553) secara ringkas,
Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (no. 3159), Ath-Thobariy dalam Jami'
Al-Bayan (7/65/no. 7536), Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus
(no. 2679), dan lainnya. Adz-Dzahabiy menyatakan atsar ini shohih][1]
Ketaqwaan
yang melahirkan ketaatan, dzikrullah (mengingat allah) dan kesyukuran
merupakan kedudukan tinggi yang akan mendapatkan balasan dan keutamaan yang
agung.
Allah
-Tabaroka wa Ta'ala- berfirman,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَتَّقُوا اللَّهَ يَجْعَلْ لَكُمْ فُرْقَانًا
وَيُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ
الْعَظِيمِ
"Hai orang-orang beriman, jika
kalian bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepada kalian
"Furqaan" (pembeda), Kami akan tutupi (menebus) kesalahan-kesalahan
kalian, dan mengampuni (dosa-dosa) kalian. Dan Allah mempunyai karunia yang
besar." (QS. Al-Anfaal : 29)
Allah
-Ta'ala- menghimbau kepada orang-orang yang membenarkan Allah Rasul-Nya
bahwa jika mereka bertaqwa kepada Allah dengan menaati-Nya, menunaikan
kewajiban-kewajibannya kepada Allah, menjauhi maksiat, serta tidak mengkhianati
Allah, Rasul-Nya, dan amanah yang dipercayakan kepadanya, maka Allah akan
berikan kepadanya "furqon", pembeda antara kebenaran yang
dipijaki oleh kaum beriman dengan kebatilan orang-orang yang menginginkan
keburukan bagi kaum mukminin dari kalangan kaum musyrikin dengan datangnya
pertolongan Allah kepada kaum beriman atas kaum kafir serta diberikannya kemenangan
bagi orang-orang beriman. Allah juga akan menebus dan menghapuskan dosa-dosa
orang-orang beriman yang pernah mereka kerjakan dahulu, serta Allah akan
mengampuni dan menutupi dosa-dosa kalian, sehingga Allah tidak menghukum mereka
karenanya. [Lihat Tafsir Ath-Thobariy (13/487)]
Dari
sini, anda lihat bahwa orang-orang bertaqwa dari kalangan kaum mukminin
mendapatkan 4 buah dari ketaqwaan mereka kepada Allah :
· Diberi furqon 'pembeda' antara kebenaran dan kebatilan.
Ia mampu melihat jalan-jalan kebenaran, sehingga ia pun mengikutinya dan ia
mengetahui jalan-jalan kebatilan atau kesesatan, sehingga ia pun menjauh
darinya dan selamat di dunia dan akhiratnya.
· Allah hapuskan dosa-dosa yang pernah mereka kerjakan
dahulu. Mestinya mereka mendapatkan hukuman atas dosa-dosa itu, tapi atas
karunia Allah, semua terhapuskan di sisi Allah, berkat ketaqwaan mereka saat di
dunia.[2]
· Mereka meraih pengampunan dari Allah Sang Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. Dosa-dosa mereka diubah menjadi balasan kebaikan-kebaikan
saat berjumpa dengan Allah -Azza wa Jalla-.
· Disediakan pahala dan ganjaran kebaikan bagi kaum
bertaqwa.
Sungguh
ini merupakan sebuah keberuntungan yang tiada taranya, di saat Allah memberikan
hidayah kepada seorang hamba, pengampunan dan ganjaran pahala yang besar.
Ahli
Tafsir Jazirah Arab, Al-Imam Abdur Rahman bin Nashir As-Sa'diy -rahimahullah- berkata saat mengomentari ayat
dari Suroh Al-Anfaal tersebut,
اِمْتِثَالُ
الْعَبْدِ لِتَقْوَى رَبِّهِ عُنْوَانُ السعادةِ، وَعَلاَمَةُ الْفَلاَحِ، وَقَدْ
رَتَّبَ اللّهُ عَلَى التَّقْوَى مِنْ خَيْرِ الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ شَيْئًا كَثِيْرًا،فَذَكَرَ
هُنَا أَنَّ مَنِ اتَّقَى اللّهَ حَصَلَ لَهُ أَرْبَعَةُ أَشْيَاءٍ، كُلُّ وَاحِدٍ
مِنْهَا خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا:
اْلأَوَّلُ:
الْفُرْقَانُ: وَهُوَ الْعِلْمُ وَالْهُدَى الَّذِيْ يُفَرِّقُ بِهِ صَاحِبُهُ بَيْنَ
الْهُدَى وَالضَّلاَلِ، وَالْحَقِّ وَالْبَاطِلِ، وَالْحَلاَلِ وَالْحَرَامِ، وَأْهْلِ
السَّعَادَةِ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ.
الثَّانِيْ
وَالثَّالِثُ: تَكْفِيْرُ السَّيِّئَاتِ، وَمَغْفِرَةُ الذُّنُوْبِ، وَكُلُّ وَاحِدٍ
مِنْهُمَا دَاخِلٌُ فِي اْلآخَرِ عِنْدَ اْلإِطُلاَقِ، وَعِنْدَ اْلاِجْتِمَاعِ يُفَسَّرُ
تَكْفِيْرُ السَّيِّئَاتِ بِالذُّنُوْبِ الصَّغَائِرِ، وَمَغْفِرَةُ الذُّنُوْبِ بِتَكْفِيْرِ
الْكَبَائِرِ.
الرَّابِعُ:
اْلأَجْرُ الْعَظِيْمُ وَالثَّوَابُ الْجَزِيْلُ لِمَنِ اتَّقَاهُ وَآثَرَ رِضَاهُ
عَلَى هَوَى نَفْسِهِ.
"Perealisasian
seorang hamba terhadap ketaqwaan kepada Robb-nya merupakan tanda kebahagiaan,
dan alamat keberuntungan. Sungguh Allah telah menyiapkan sesuatu yang banyak
bagi ketaqwaan itu berupa kebaikan dunia dan akhirat. Allah sebutkan disini
bahwa siapa yang bertaqwa kepada Allah, maka akan tercapai baginya empat
perkara (buah). Setiap dari keempat perkara itu adalah lebih baik dibandingkan
dunia beserta isinya :
Yang
pertama : Al-Furqon 'Pembeda'. Itulah ilmu dan hidayah, yang dengannya
pemiliknya dapat membedakan antara petunjuk dan kesesatan, antara kebenaran dan
kebatilan, antara yang halal dan haram, serta antara pemilik kebahagiaan (orang
beriman) dan pemiliki kesengsaraan (kaum kafir).
Yang
kedua dan ketiga : Penebusan dosa dan pengampunannya. Setiap dari kedua hal ini
masuk dalam (kategori) yang lain saat digunakan. Ketika (keduanya) bergabung
(dalam satu kalimat), maka ditafsirkan penebusan dosa-dosa dengan
"dosa-dosa kecil", sedang pengampunan dosa-dosa dengan
"pengahpusan dosa-dosa besar".
Yang
keempat : pahala yang besar dan balasan yang banyak bagi orang yang bertaqwa
kepada-Nya dan mengutamakan ridho-Nya atas hawa nafsunya." –Selesai Nukilan-
[Lihat
Taisir Al-Karim Ar-Rahman (hal. 319) oleh As-Sa'diy, cet.
Mu'assasah Ar-Risalah]
Perhatikanlah
khasiat dari ketaqwaan. Ia mampu melahirkan ilmu dan hidayah, yakni ilmu wahyu
dari Al-Qur'an dan Sunnah. Ia mampu menghapuskan dosa kecil dan dosa besar. Ia
adalah sebab seorang hamba mendapatkan kenikmatan besar di akhirat berupa surga
yang amat indah dan penuh kenikmatan. Belum lagi kenikmatan terbesar dalam
surga, insya Allah akan ia petik berupa melihat keindahan wajah Allah
-Subhanahu wa Ta'ala-.
Itulah
buah ketaqwaan yang dipetik oleh seorang hamba yang
telah bersabar dan bersusah payah dalam membimbing jiwa dan raganya di atas
ketaatan serta mengekang hawa nafsunya dari segala maksiat yang dibenci oleh
Allah -Tabaroka wa Ta'ala-.
[1] Hadits
ini diriwayatkan secara marfu', hanya saja ia dho'if (lemah). Yang
shohih adalah riwayat mauquf.
[2] Disini
ada isyarat bahwa orang yang bertaqwa terkadang jatuh dalam dosa, kecuali para
nabi dan rasul.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong komentarnya yang sopan