Jumat, 29 April 2016

Hidup Mulia di Atas Tauhid

Hidup Mulia di Atas Tauhid
 oleh : Ust. Abul Asybal, Lc. -hafizhahullah-

Tauhid laksana pohon besar yang kokoh lagi menjulang tinggi. Akarnya kuat, batangnya besar, dedaunannya hijau dan menyejukkan mata. Di bawahnya, manusia bernaung dan beristirahat. Akar, batang, daun dan rantingnya dirasakan manfaatnya oleh manusia.

Daunnya merupakan taman-taman indah bagi burung-burung yang tengger padanya. Buahnya amat manis dan sedap, membuat manusia dan hewan-hewan senang dan bahagia.

Allah -Tabaroka wa Ta'ala- memperumpamakan kalimat tauhid di dalam Al-Qur'an,
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ (24) تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ (25) 
[إبراهيم : 24_25] 
"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah Telah membuat perumpamaan "kalimat yang baik" seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit.
Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat." (QS. Ibrahim : 24-25)

Sebagian ahli tafsir menjelaskan bahwa "kalimat yang baik" adalah "kalimat tauhid". Ini adalah penafsiran sahabat Ibnu Abbas -radhiyallahu anhuma- sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Jauziy -rahimahullah- dalam Zadul Masir (4/27).


Para pembaca yang budiman, dengan tauhid, seorang hamba akan meraih kemuliaan hidup. Bagaimana tidak, sementara tauhid memiliki banyak keutamaan dan kebaikan yang dirasakan oleh seorang mukmin. Kebaikan dan keutamaan itu adalah buah tauhid yang akan dipetik dan dirasakan manisnya oleh seorang hamba, baik saat ia masih hidup di alam dunia, ataukah ia sudah berpulang ke kampung akhirat.

Pada momen yang berharga ini, kami akan menghidangkan kepada anda buah manis dari tauhid berupa keutamaan-keutamaan dan kebaikannya, agar setiap orang yang bertauhid menyadari bahwa sesungguhnya ia hidup di atas kemuliaan.

Diantara keutamaan-keutamaan dan kebaikan tauhid dan pemiliknya:
1.    Tauhid adalah Sebab Utama Hamba Masuk Surga.
Sebuah kemuliaan yang tiada bandingannya, seorang hamba yang meninggal di atas tauhid, maka ia diberi kemuliaan masuk surga. Sungguh sebuah pemberian yang teramat mahal.
Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
مَنْ مَاتَ لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ
"Siapa saja yang mati dalam kondisi ia tidak menyekutukan sesuatu apapun bersama Allah, maka ia akan masuk surga. Barangsiapa yang mati dalam keadaan ia menyekutukan sesuatu bersama Allah, maka ia akan masuk neraka." [HR. Muslim dalam Shohih-nya (93)]

Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Rojab Al-Hambaliy -rahimahullah- berkata,
وإن مذهب السلف والخلف من الفقهاء واهل الحديث على أن من مات موحدا دخل الجنة وإن كان من أهل المعاصي وأنه داخل تحت المشيئة والله تعالى أعلم
"Sesungguhnya madzhab para salaf dan kholaf dari kalangan fuqoha' dan ahli hadits bahwa siapa saja yang mati dalam kondisi ia bertauhid, maka ia akan masuk surga, walaupun ia termasuk pelaku maksiat dan bahwa ia masuk di bawah kehendak Allah, wallahu -Ta'ala- a'lam." [Lihat Tasliyah Ahlil Masho'ib (hlm. 238)]

Subhanallah, alangkah mulia dan bahagianya seorang muslim meninggal di atas tauhid, tanpa berbuat syirik (menyekutukan Allah dengan makhluk-Nya dalam ibadah).

2.    Tauhid adalah Agama dan Risalah Para Nabi dan Rasul.
Islam merupakan agama para nabi dan rasul serta pengikut mereka. Salah satu inti ajaran agama Islam yang pernah didakwahkan oleh para nabi dan rasul adalah tauhid!!

Allah -Tabaroka wa Ta'ala- berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلاَّ نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُونِ [الأنبياء : 25]
"Dan kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan aku, maka sembahlah Aku olehmu sekalian." (QS. Al-Anbiya' : 25)
Kalimat "Laa ilaaha illallah", dikenal dengan "Kalimat Tauhid". Karena dengannya, manusia akan meniadakan semua sembahan, lalu menetapkan satu sembahan, yaitu Allah. Itulah tauhid.

Al-Imam Qotadah bin Di'amah As-Sadusiy -rahimahullah- berkata,
لم يرسل نبي إلا بالتوحيد، والشرائع مختلفة في التوراة والإنجيل والقرآن، وكل ذلك على الإخلاص والتوحيد.
"Tidaklah pernah diutus seorang nabi, kecuali dengan (membawa) tauhid. Syariat-syariat berbeda dalam Taurot, Injil dan Al-Qur'an, namun semua itu di atas ikhlas dan tauhid."
[Lihat Al-Jami' li Ahkam Al-Qur'an (11/280) oleh Abu Abdillah Al-Qurthubiy]

Ini menunjukkan bahwa risalah Islam yang pernah disebarkan oleh para nabi tersebut dibangun di atas tauhid 'mengesakan Allah' dalam peribadahan dan penyembahan. Tiada sembahan yang haq, melainkan Allah.

Sungguh mulia seorang muslim yang mengikuti jalannya para nabi dan rasul dalam menegakkan panji-panji tauhid dalam kehidupannya.

3.    Tauhid adalah Pelindung Harta dan Jiwa
Jiwa yang bertauhid beserta harta bendanya amat mulia dan terjaga di dalam Islam. Seorang muslim yang bertauhid harus dijaga dan dihormati jiwa, harta dan kehormatannya.

Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ وَيُقِيمُوا الصَّلاَةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ.
"Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai mereka mempersaksikan bahwa tiada sembahan (yang haq), melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah rasul (utusan) Allah, mereka menegakkan sholat, dan menunaikan zakat. Jika mereka melakukan hal itu, maka mereka telah melindungi dariku darah dan harta benda mereka, kecuali karena hak Islam, sedang hisab mereka (kembali) kepada Allah." [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (25) dan Muslim dalam Shohih-nya (22)]

Di dalam hadits ini, Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- menerangkan bahwa menunaikan 3 perkara itu (dua kalimat syahadat, menegakkan sholat dan menunaikan zakat) merupakan sebab terlindunginya darah seseorang dalam Islam.

Sebuah kemuliaan dan keutamaan bagi seorang hamba saat dirinya, harta bendanya dan kehormatannya terjaga oleh kalimat tauhid (Laa ilaaha illallah). Ia ucapkan kalimat itu dan ia amalkan konsekuensinya.

Abul Faroj Ibnu Rajab Ad-Dimasyqiy -rahimahullah- berkata usai membawakan hadits ini,
فتبين بهذا التقرير أن الأحاديث كلها دالة على أن أفضل الأعمال الشهادتان مع توابعهما ، وهي بقية مباني الإسلام
"Maka nyatalah dengan penetapan ini bahwa semua hadits-hadits menunjukkan bahwa amalan yang paling utama adalah dua syahadat beserta pengiring-pengiringnya, yaitu bangunan-bangunan Islam lainnya." [Lihat Fathul Bari (3/47) karya Ibnu Rajab]

Adakah keutamaan yang lebih besar saat kita mempersaksikan dan menyatakan kalimat tauhid bahwa tiada sembahan yang haq, melainkan Allah?! Jawabnya, tidak ada!!

4.    Tauhid adalah Wasiat Orang-orang Sholih Terdahulu.
Orang-orang sholih terdahulu amat besar perhatiannya kepada urusan "tauhid". Mereka saling berwasiat tentang tauhid kepada anak-cucunya agar kelak mereka hanya menyembah Allah saja, tanpa menyembah selainnya.

Kita lihat Rasul Pertama, Nabi Nuh –alaihish sholatu was salam-. Saat beliau hendak meninggal dunia, beliau menyampaikan wasiat terakhir kepada anaknya.

Satu diantara wasiat itu adalah "Wasiat Tauhid". Beliau perintahkan anaknya agar menjaga kalimat tauhid 'Laa ilaaha illallah', agar selalu ingat bahwa tiada sembahan yang boleh diibadahi, selain Allah -Tabaroka wa Ta'ala-.

Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-bersabda dalam mengisahkan hal itu,
إِنَّ نَبِيَّ اللهِ نُوحًا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا حَضَرَتْهُ الْوَفَاةُ قَالَ لاِبْنِهِ : إِنِّي قَاصٌّ عَلَيْكَ الْوَصِيَّةَ : آمُرُكَ بِاثْنَتَيْنِ ، وَأَنْهَاكَ عَنِ اثْنَتَيْنِ ، آمُرُكَ بِلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، فَإِنَّ السَّمَوَاتِ السَّبْعَ ، وَالأَرْضِينَ السَّبْعَ ، لَوْ وُضِعَتْ فِي كِفَّةٍ ، وَوُضِعَتْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ فِي كِفَّةٍ ، رَجَحَتْ بِهِنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَلَوْ أَنَّ السَّمَوَاتِ السَّبْعَ ، وَالأَرْضِينَ السَّبْعَ ، كُنَّ حَلْقَةً مُبْهَمَةً ، قَصَمَتْهُنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَسُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ ، فَإِنَّهَا صَلاَةُ كُلِّ شَيْءٍ ، وَبِهَا يُرْزَقُ الْخَلْقُ ، وَأَنْهَاكَ عَنِ الشِّرْكِ وَالْكِبْرِ قَالَ : قُلْتُ أَوْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ : هَذَا الشِّرْكُ قَدْ عَرَفْنَاهُ ، فَمَا الْكِبْرُ ؟ قَالَ : الْكِبْرُ أَنْ يَكُونَ لأَحَدِنَا نَعْلاَنِ حَسَنَتَانِ لَهُمَا شِرَاكَانِ حَسَنَانِ قَالَ : لاَ قَالَ : هُوَ أَنْ يَكُونَ لأَحَدِنَا حُلَّةٌ يَلْبَسُهَا ؟ قَالَ : لاَ قَالَ : الْكِبْرُ هُوَ أَنْ يَكُونَ لأَحَدِنَا دَابَّةٌ يَرْكَبُهَا ؟ قَالَ : لاَ قَالَ : أَفَهُوَ أَنْ يَكُونَ لأَحَدِنَا أَصْحَابٌ يَجْلِسُونَ إِلَيْهِ ؟ قَالَ : لاَ قِيلَ : يَا رَسُولَ اللهِ ، فَمَا الْكِبْرُ ؟ قَالَ : سَفَهُ الْحَقِّ ، وَغَمْصُ النَّاسِ.
"Sesungguhnya Nabi Allah, Nuh -Shallallahu alaihi wa sallam- tatkala dihampiri kematian, maka ia berkata kepada anaknya,
"Sesungguhnya aku akan menyampaikan kepadamu sebuah wasiat. Aku perintahkan kepadamu dua perkara dan aku melarangmu dari dua perkara.
Aku memerintahkanmu dengan  kalimat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ (tiada sembahan yang haq, selain Allah).
Sesungguhnya tujuh lapis langit dan tujuh lapis tanah, andaikan diletakkan pada sebuah daun timbangan dan kalimat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ pada daun timbangan yang lain, maka kalimat لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ akan mengalahkannya.


Andaikata tujuh lapis langit dan tujuh lapis tanah adalah lingkaran yang tertutup, maka kalimat (لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَسُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ) akan memecahkannya. Karena, ia adalah doa segala sesuatu; dengannya para makhluk diberi rezki.
Aku juga melarang kalian dari kesyirikan dan kesombongan.
Dia (Abdullah bin Amer) berkata, "Aku katakan, "Wahai Rasulullah, kesyirikan ini sungguh telah kami ketahui, maka apakah kesombongan itu?"
Seorang berkata, "kesombongan itu adalah seorang diantara kami memiliki dua sandal cantik yang memiliki dua tali indah". Beliau bersabda, "Bukan itu".
seorang berkata lagi, "Kesombongan itu adalah seorang diantara kami memiliki pakaian yang ia gunakan". Beliau bersabda, "Bukan itu".
Seorang berkata lagi, "Kesombongan itu adalah seorang diantara kami memiliki hewan tunggangan yang ia kendarai". Beliau bersabda, "Bukan itu".
Seseorang berkata, "Apakah kesombongan itu adalah seseorang diantara kami memiliki beberapa sahabat yang mereka duduk bersamanya?" Beliau bersabda, "Bukan begitu". Lalu ditanyakan, "Wahai Rasulullah, apakah kesombongan itu?"
Beliau bersabda, "Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia".
[HR. Al-Bukhoriy dalam Al-Adab Al-Mufrod (no. 548) dan Ahmad dalam Al-Musnad (2/169-170 & 225). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Takhrij Kalimah Al-Ikhlash (hal. 57)]

Ulama Negeri Syam, Al-Muhaddits Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy -rahimahullah- berkata,
"Di dalam hadits ini terdapat faedah yang banyak; aku cukup isyaratkan kepada sebagiannya saja:
Pertama, disyariatkan memberi wasiat ketika hampir wafat.
Kedua, (di dalam hadits ini) terdapat keutamaan tahlil (لا إله إلا الله) dan tasbih serta bahwa keduanya adalah sebab (datangnya) rezki makhluk…". [Lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shohihah (no. 134)]

Perhatikanlah keutamaan kalimat tauhid. Ia dapat menjadi sebab datangnya rezki bagi seorang yang mengucapkannya dan mengamalkan kandungannya. Tak heran jika Rasul Pertama, Nuh –alaihish sholatu was salam- memerintahkan kalimat ini kepada anaknya.

Bukan Hanya Nabi Nuh –alaihis salam- yang mewasiatkan anak-anaknya dengan "Kalimat Tauhid", bahkan nabi-nabi yang lain juga memberi wasiat dalam hal itu.
Kita lihat wasiat Nabi Ibrahim –alaihish sholatu was salam- dalam firman Allah berikut:
أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَهَكَ وَإِلَهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ  [البقرة : 133]
"Adakah kalian hadir ketika Ya'qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku?" mereka menjawab: "Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan kami Hanya tunduk patuh kepada-Nya". (QS. Ibrahim : 133)

Ya'qub –alaihis salam- bertanya tentang "tauhidullah" kepada anak-anaknya demi menenangkan hatinya bahwa mereka masih memegang teguh "ajaran tauhid", ajaran Islam yang diemban oleh para nabi dan rasul.

Para nabi dan rasul amat takut anaknya sepeninggal orang tuanya, mereka menjadi musyrik (menyekutukan Allah) dan meninggalkan tauhid.

Itulah hikmahnya Nabi Ibrahim –alaihish sholatu was salam- pernah berdoa,
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ (35) رَبِّ إِنَّهُنَّ أَضْلَلْنَ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ فَمَنْ تَبِعَنِي فَإِنَّهُ مِنِّي وَمَنْ عَصَانِي فَإِنَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ  [إبراهيم : 35 ، 36]
"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya Tuhanku, jadikanlah negeri Ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah Aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.
Ya Tuhanku, Sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan diantara manusia. Karenanya, barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Ibrahim : 35-36)

Jika Ibrahim sebagai nabi dan rasul Allah berdoa kepada kepada Allah agar beliau dan anak keuturunannya dijauhkan dari kesyirikan (menyekutukan Allah dengan makhluk dalam ibadah), nah tentunya kita yang bukan nabi lebih pantas lagi berdoa agar dijauhkan dari kesyirikan!!

Al-Hafizh Abul Fida' Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy -rahimahullah- berkata,
ينبغي لكل داع أن يدعو لنفسه ولوالديه ولذريته
"Sepantasnya bagi setiap orang yang berdoa agar mendoakan dirinya, kedua orang tuanya dan anak keturuanannya." [Lihat Tafsir Al-Qur'an Al-Azhim (4/513), karya Ibnu Katsir, cet. Dar Thoibah]

Datang setelah mereka, seorang hamba yang sholih lagi berilmu, Luqman Al-Hakim -rahimahullah-.

Allah -Azza wa Jalla- berfirman dalam mengabadikan wasiatnya kepada anaknya, konon kabarnya bernama Tsaron,
وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ [لقمان : 13]
"Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar." (QS. Luqman : 13)

Ibnu Asyur Al-Malikiy -rahimahullah- berkata,
وَقَدْ قَالَ جُمْهُورُ الْمُفَسِّرِينَ: إِنَّ ابْنَ لُقْمَانَ كَانَ مُشْرِكًا فَلَمْ يَزَلْ لُقْمَانُ يَعِظُهُ حَتَّى آمَنَ بِاللَّهِ وَحْدَهُ، فَإِنَّ الْوَعْظَ زَجْرٌ مُقْتَرِنٌ بِتَخْوِيفٍ
"Sungguh jumhur ahli tafsir berkata, "Sesungguhnya anak Luqman dahulu seorang musyrik. Senantiasa Luqman menasihatinya sampai anaknya beriman kepada Allah saja, karena mau'izhoh 'nasihat' adalah larangan yang diiringi oleh ancaman." [Lihat At-Tahrir wat Tanwir (21/154)]

Demikianlah orang-orang sholih terdahulu amat memperhatikan urusan tauhid. Mereka sampai mewasiati anak-anaknya tentang tauhid, walaupun dalam kondisi ajal di ambang mata.

5.    Tauhid adalah Asas Kehidupan Manusia, sedang Kesyirikan adalah Penyakit yang Menghinggapi Mereka.
Disebutkan dalam sebagian riwayat bahwa manusia sejak zaman Nabi Adam –alaihish sholatu was salam- sampai sepuluh generasi, semuanya di atas tauhid.

Inilah yang diutarakan oleh Allah -Tabaroka wa Ta'ala- dalam firman-Nya,
كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلَّا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ  [البقرة : 213]
"Dahulu manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu, melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus." (QS. Al-Baqoroh : 213)

Dahulu seluruh manusia berada di atas tauhid, lalu datanglah syaithon menyesatkan mereka dengan kesyirikan. Maka rasul pertama yang diutus dalam menyebarkan tauhid dan memberantas kesyirikan adalah Nabi Nuh -Shallallahu alaihi wa sallam-.

Makki bin Abi Tholib Hammusy Al-Qoisiy Al-Malikiy (wafat 437 H) -rahimahullah- berkata,
الآمة هنا قول ابن عباس وعكرمة : من كان بين آدم ونوح ، وهم عشرة قرون ، وكانوا على دين من الحق ، ثم اختلفوا بعد ذلك ، فبعث الله النبيين مبشرين ومنذرين . قال ذلك ابن عباس وغيره . وأول من بعث الله نوحاً عليه السلام .
"Umat disini, menurut pendapat Ibnu Abbas dan Ikrimah, (mereka) adalah orang-orang yang ada diantara Nabi Adam dan Nabi Nuh, sedang mereka adalah 10 generasi. Mereka dulu di atas agama yang haq (yakni, di atas tauhid,- pent.). Kemudian mereka berselisih setelah itu. Lalu Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Pendapat ini dinyatakan oleh Ibnu Abbas dan selainnya. (Rasul) yang pertama kali diutus oleh Allah adalah Nuh –alaihis salam-." [Lihat Al-Hidayah ila Bulugh An-Nihayah (1/695)]

6.    Tauhid adalah Kewajiban Pertama di Atas Pundak Para Da'i.
Kewajiban pertama seorang juru dakwah yang menginginkan keselamatan dan kemulian bagi masyarakat yang ia dakwahi adalah kewajiban mendakwahkan tauhid. Sebab "tauhid" adalah jalan yang menyelamatkan seseorang dari api neraka.

Itulah sebabnya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- mewanti-wanti "masalah tauhid" kepada Mu'adz bin Jabal -radhiyallahu anhu- saat beliau mengutusnya ke Yaman sebagai juru dakwah di jalan Allah. Diantara pesan beliau kepada Mu'adz,
إِنَّكَ سَتَأْتِي قَوْمًا أَهْلَ كِتَابٍ فَإِذَا جِئْتَهُمْ فَادْعُهُمْ إِلَى أَنْ يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ
"Sesungguhnya kamu akan mendatangi suatu kaum, yakni Ahli Kitab. Jika mendatangi mereka, maka dakwahilah (ajaklah) agar mereka mempersaksikan bahwa tiada ilaah (sembahan) yang haq, selain Allah dan bahwa Muhammad adalah rasul (utusan) Allah…" [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (1496)]

Al-Hafizh Zainuddin Al-Iroqiy -rahimahullah- berkata,
كيفية الدعوة إلى الإسلام باعتبار أصناف الخلق في الاعتقادات فلما كان إرسال معاذ إلى من يقر بالإله والنبوات وهم أهل الكتاب أمره بأول ما يدعوهم إلى توحيد الإله والإقرار بنبوة محمد فإنهم وإن كانوا يعترفون بإلهية الله تعالى ولكن يجعلون له شريكا لدعوة النصارى أن المسيح ابن الله تعالى ودعوة اليهود أن عزيرا ابن الله سبحانه عما يصفون وأن محمدا ليس برسول الله أصلا أو أنه ليس برسول إليهم على اختلاف آرائهم في الضلالة فكان هذا أول واجب يدعون إليه
"Cara dakwah kepada Islam, dengan memperhatikan jenis-jenis manusia dalam hal keyakinan. Tatkala pengutusan Mu'adz kepada kaum yang menetapkan adanya tuhan dan kenabian –mereka adalah ahli kitab-, maka Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- memerintahkannya agar yang paling pertama mereka didakwahi, kepada tauhidul ilaah (mengesakan Tuhan) dan penetapan kenabian Muhammad. Karena, walaupun mereka mengakui ketuhanan Allah -Ta'ala-. Akan tetapi mereka mengangkat bagi-Nya sekutu, karena adanya klaim kaum Nashrani bahwa Al-Masih (Nabi Isa) adalah anak Allah, dan juga adanya klaim kaum Yahudi bahwa Uzair adalah anak Allah. Maha Suci Allah dari apa yang mereka gambarkan; serta (adanya klaim mereka) bahwa Muhammad bukan rasul Allah pada asalnya atau bahwa beliau bukan rasul kepada mereka, tergantung perselisihan pendapat-pendapat mereka dalam kesesatan. Jadi, perkara ini (tauhid) adalah kewajiban pertama yang mereka didakwahi kepadanya." [Lihat Umdah Al-Qori (13/184-185)]

7.    Tauhid adalah Kewajiban Utama atas Seluruh Makhluk.
Tugas dan kewajiban jin dan manusia di alam dunia ini –secara global- adalah beribadah hanya kepada Allah, tanpa menyekutukannya dalam semua jenis ibadah. Inilah hakikat tauhid.

Allah -Tabaroka wa Ta'ala- berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ  [الذاريات : 56]
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka mengibadahi-Ku." (QS. Adz-Dzariyat : 56)

Al-Imam Abu Ja'far Ibnu Jarir Ath-Thobariy -rahimahullah- berkata,
وأولى القولين في ذلك بالصواب القول الذي ذكرنا عن ابن عباس، وهو: ما خلقت الجنّ والإنس إلا لعبادتنا، والتذلل لأمرنا
"Yang paling utama benar dari dua pendapat itu dalam perkara tersebut adalah pendapat yang telah kami sebutkan dari Ibnu Abbas, yaitu, 'Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada-Ku dan tunduk kepada perintah Kami." [Lihat Jami' Al-Bayan (22/445)]

Tentunya perintah yang paling besar dan utama adalah perintah untuk tauhidullah (mengesakan Allah) dalam ibadah.


8.    Tauhid adalah Penebus dan Penghapus Dosa.
Pernahkah anda membayangkan bahwa di Hari Pembalasan nanti, ada sebagian orang akan diberi keutamaan, dosanya dihapuskan oleh Allah. Mestinya ia masuk ke neraka, tapi ia diselamatkan oleh Allah berkat "tauhidnya".

Nabi -Shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda,
إِنَّ اللَّهَ سَيُخَلِّصُ رَجُلاً مِنْ أُمَّتِي عَلَى رُءُوسِ الخَلاَئِقِ يَوْمَ القِيَامَةِ فَيَنْشُرُ عَلَيْهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ سِجِلًّا كُلُّ سِجِلٍّ مِثْلُ مَدِّ البَصَرِ ، ثُمَّ يَقُولُ : أَتُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئًا ؟ أَظَلَمَكَ كَتَبَتِي الحَافِظُونَ ؟ فَيَقُولُ : لاَ يَا رَبِّ ، فَيَقُولُ : أَفَلَكَ عُذْرٌ ؟
فَيَقُولُ : لاَ يَا رَبِّ ، فَيَقُولُ : بَلَى إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَةً ، فَإِنَّهُ لاَ ظُلْمَ عَلَيْكَ اليَوْمَ ، فَتَخْرُجُ بِطَاقَةٌ فِيهَا : أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، فَيَقُولُ : احْضُرْ وَزْنَكَ ، فَيَقُولُ : يَا رَبِّ مَا هَذِهِ البِطَاقَةُ مَعَ هَذِهِ السِّجِلاَّتِ ، فَقَالَ : إِنَّكَ لاَ تُظْلَمُ ، قَالَ : فَتُوضَعُ السِّجِلاَّتُ فِي كَفَّةٍ وَالبِطَاقَةُ فِي كَفَّةٍ ، فَطَاشَتِ السِّجِلاَّتُ وَثَقُلَتِ البِطَاقَةُ ، فَلاَ يَثْقُلُ مَعَ اسْمِ اللهِ شَيْءٌ.
"Sesunggunya Allah akan menyelamatkan seorang  lelaki dari umatku di hadapan para makhluk pada hari kiamat. Maka dihamparkan di depannya 99 gulungan (dosa), setiap gulungan panjangnya sejauh mata memandang, kemudian Allah berfirman (kepadanya), “Apakah kamu mengingkari sesuatu dari ini (yaitu catatan dosa yang terhampar di depannya), apakah para penulis-Ku yang mengawasi kamu menzholimimu?” Maka ia menjawab, “tidak wahai Rabbku”, maka Allah berfirman, “Bahkan engkau mempunyai satu kebaikan di sisi Kami, sesungguhnya tidak ada kezholiman pada hari ini atasmu”, maka dikeluarkan satu bithoqoh (kartu) tertulis di dalamnya:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
“Maka Allah berfirman, “Saksikanlah timbanganmu”, maka ia berkata, “wahai Rabbku apakah (nilainya) bithoqoh ini dibanding dengan gulungan-gulungan tersebut”. Maka Allah berfirman, “Sesungguhnya engkau tidak akan dizholimi”. Maka diletakkan gulungan-gulungan tersebut pada satu daun timbangan dan bithoqoh (diletakkan) pada anak timbangan (lainnya). Maka terangkatlah gulungan-gulungan itu dan bithoqoh tersebut  lebih berat”.
[HR. Imam Ahmad dalam Al-Musnad (6994), At-Tirmidziy dalam Al-Jami’ (2639), Ibnu Majah Al-Qozwiniy dalam As-Sunan (4300), dan lainnya. Di-shahih-kan Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shahihah (no. 135)]

Hadits ini mengabarkan tentang catatan pahala seorang lelaki, bertuliskan “la ilaha illallah” pada sebuah bithoqoh (kartu) bisa menghapus 99 gulungan dosa.

Setiap satu gulungan panjangnya sejauh mata memandang. Keutamaan ini ia peroleh karena ia mengucapkan, meyakini, dan melaksanakan konsekuensi kalimat ini dalam keadaan sempurna keikhlasannya (murni dalam bertauhid atau syahadatnya).Akan tetapi perlu diingat, betapa banyak orang yang mengucapkan kalimat ini, tapi tidak bisa mendapatkan keistimewaan di atas, karena keikhlasannya tidak sempurna.

Fadhilah Asy-Syaikh Sholeh bin Abdul Aziz Alusy Syaikh -hafizhohullah- berkata dalam At-Tamhid li Syarh Kitab At-Tauhid (hal. 28),
“Keutamaan besar ini bagi kalimat tauhid, hanyalah ada bagi orang yang kalimat itu kuat di hatinya. Demikianlah bahwa kalimat itu kuat dalam hati sebagian hamba, karena ikhlash, dan membenarkannya. Dia tak ragu terhadap sesuatu yang ditunjukkan oleh kalimat tersebut, ia meyakini sesuatu yang terdapat padanya, dan mencintai sesuatu yang ditunjukkannya. Akhirnya, bekas, dan cahayanya semakin kuat dalam hati. Jika demikian, maka kalimat itu akan membakar sesuatu yang dihadapinya berupa dosa-dosa. Adapun orang yang tidak sempurna keikhlasannya dalan kalimat itu, maka gulungan dosa tersebut tidak akan terangkat (melayang)”.

Disinilah penting seorang hamba menjaga tauhidnya dari noda-noda kesyirikan agar ia kelak mendapatkan keutamaan ini.
9.    Tauhid Melahirkan Rasa dan Hidayah
Keutamaan lain dari tauhid, ia dapat melahirkan rasa aman dan hidayah kepada pemiliknya. Keamanan dan hidayah saat di dunia dan keamanan saat menghadap kepada Allah.

Allah -Tabaroka wa Ta'ala- berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ [الأنعام : 82]
"Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. Al-An'aam : 82)

Sebaliknya orang berbuat kesyirikan, mereka akan ditimpa oleh rasa takut yang besar dan berlebihan, sehingga kesyirikannya semakin besar pula.

Inilah yang pernah Allah terangkan dalam firman-Nya,
سَنُلْقِي فِي قُلُوبِ الَّذِينَ كَفَرُوا الرُّعْبَ بِمَا أَشْرَكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَأْوَاهُمُ النَّارُ وَبِئْسَ مَثْوَى الظَّالِمِينَ [آل عمران : 151]
"Akan kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. tempat kembali mereka ialah neraka; dan Itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang zalim." (QS. Ali Imraan : 151)

Inilah beberapa buah diantara keutamaan tauhid dan pelakunya. Semoga Allah menjauhkan kita dari kesyirikan dan mematikan kita di atas tauhid dan sunnah. amiin.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tolong komentarnya yang sopan