Sabtu, 07 Mei 2016

Belajar Adab Dulu, baru Ilmu Agama

Belajar Adab Dulu, baru Ilmu Agama
oleh : Abul Asybal, Lc. 

Sebuah kesalahan para penuntut ilmu, ia hanya mengumpulkan ilmu sebanyak-banyaknya. Namun ia lupa menghiasi dirinya dengan adab-adab islami kepada yang lain : kepada ustadz, ilmu, kitab, kawan-kawan, masyarakat, orang tua dan lainnya.

Tak heran bila di zaman ini kita akan menjumpai manusia-manusia durhaka kepada guru dan ustadznya yang telah mengajarinya sekian banyak jenis ilmu yang bermanfaat bagi dunia dan akhiratnya.

Semua itu dibalas dengan adab dan akhlak buruk kepada gurunya, sampai ada diantara mereka yang meng-ghibahi gurunya, menghukuminya sebagai orang sesat, sementara itu ia tak menasihatinya. Gelar-gelar buruk tak luput dari lisannya sehingga manusia yang berjasa dalam hidupnya ia gelari dengan "kadzdzab" (tukang dusta), dajjal, pencuri dan sederet gelar-gelar hina ia sematkan kepada sang guru.

Tak heran bila para salaf dan orang tua mereka senantiasa mewanti-wanti anak-anak mereka jika mereka mengutusnya kepada seorang guru agar si anak betul-betul menjaga watak dan perangainya di depan guru (syaikhnya).

Imam Darul Hijroh, Imam Malik bin Anas Al-Ashbahiy -rahimahullah-  bercerita tentang kisah awalnya menuntut ilmu:
كانت أمي تلبسني الثياب وتعممني وأنا صبي وتوجهني إلى ربيعة بن أبي عبد الرحمن وتقول لي تأتي أنت مجلس ربيعة فتعلم من سمته وأدبه قبل أن تتعلم من حديثه وفهمه " مسند الموطأ - (1 / 95)
"Dahulu ibuku mengenakan pakaianku dan memasangkan surbanku, sedang aku masih kecil serta mengarahkanku kepada Robi'ah bin Abi Abdir Rahman, seraya ibuku berkata kepadaku, "Engkau akan mendatangi majelisnya Robi'ah. Karenanya, pelajarilah perangai dan adabnya sebelum engkau mempelajari hadits dan pemahamannya". [AR. Musnad Al-Muwaththo' (1/95) oleh Abul Qosim Al-Jawhariy]

Perhatikanlah ibu dari Imam Malik. Yang pertama beliau pesankan pada anaknya agar mengambil dan mempelajari adab gurunya. Pesan mulia ini terus teringat dalam benak beliau sampai saat beliau menjadi guru, jika menemukan penuntut ilmu pemula, maka beliau nasihatkan agar mempelajari dan memperhatikan adab dulu sebelum jauh terjun dalam mengkaji dan mempelajari ilmu-ilmu lain.

Al-Imam Malik bin Anas Al-Ashbahiy -rahimahullah- berkata kepada seorang pemuda Quraisy,
((يا ابن أخي تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم))
"Wahai anakku, pelajari adab sebelum engkau mempelajari ilmu". [HR. Abu Nu'aim dalam Hilyah Al-Awliya' (6/330)]

Pesan beliau ini kepada si pemuda Quraisy merupakan hasil didikan seorang ibu yang cerdik. Hal itu terus terukir dalam relung hatinya, sampai pun beliau sudah menjadi imam dan ulama tersohor di zamannya, beliau tetap mengingat pesan dan petuah emas yang diberikan oleh sang ibu kepada beliau.

Inilah kebiasaan turun-temurun di tengah para penuntut dari kalangan salaf. Mereka amat memperhatikan adab, akhlak dan perangai gurunya (syaikhnya), bukan seperti di zaman ini, kebanyakan orang hanya memperhatikan kemampuan retorikanya dan candaan dari para ustadznya. Sementara akhlak dan adabnya tidak mereka perhatikan. Apalagi guru (ustadz)nya memang tidak menampakkan dan menjaga adab di majelis.

Sekarang ada baiknya kita menyimak kisah ajaib dari para salaf yang menggambarkan hebatnya perhatian mereka terhadap akhlak gurunya.

Dari Al-Husain bin Ismail dari bapaknya, ia (bapaknya) berkata,
كَانَ يَجتَمِعُ فِي مَجْلِسِ أَحْمَدَ زُهَاءُ خَمْسَةِ آلاَفٍ أَوْ يَزِيدُوْنَ، نَحْوُ خَمْسِ مائَةٍ يَكْتُبُوْنَ، وَالبَاقُوْنَ يَتَعلَّمُوْنَ مِنْهُ حُسْنَ الأَدَبِ وَالسَّمْتِ.
"Dahulu orang-orang berkumpul di majelis Ahmad sekitar 5000 orang atau lebih. Sekitar 500 orang menulis, sedang sisanya mempelajari dari beliau adab dan perangai yang baik". [Lihat Siyar A'lam An-Nubala' (11/316)]
Mereka mengambil akhlaq dan adab dari gurunya melalui lisan atau perbuatan gurunya. Bukan main, para penuntut ilmu dahulu bertahun-tahun menghinakan diri di depan gurunya untuk mengambil ilmu dan adab dalam tenggang waktu puluhan tahun. Subhanallah, tekad yang hebar.

Abu Bakr Ya'qub bin Yusuf Al-Muthowwi'iy -rahimahullah- berkata,
اخْتَلَفتُ إِلَى أَبِي عَبْدِ اللهِ ثِنْتَي عَشْرَةَ سَنَةً، وَهُوَ يَقْرَأُ (المُسْنَدَ) عَلَى أَوْلاَدِهِ، فَمَا كَتَبْتُ عَنْهُ حَدِيْثاً وَاحِداً، إِنَّمَا كُنْتُ أَنْظُرُ إِلَى هَدْيِهِ وَأَخلاَقِهِ.
"Aku berbolak-balik kepada Abu Abdillah (yakni, Imam Ahmad selama 12 tahun, sedang beliau membaca Al-Musnad di depan anak-anaknya. Aku tak pernah menulis dari beliau sebuah hadits. Aku hanyalah memandang kepada petunjuk dan akhlaknya".[Lihat Siyar A'lam An-Nubala' (11/316)]

Al-Imam Abdullah bin Al-Mubarok Al-Marwaziy -rahimahullah- berkata,
طَلَبْتُ الأَدَبَ ثَلاَثِيْنَ سَنَةً، وَطَلَبْتُ الْعِلْمَ عِشْرِيْنَ سَنَةً، كَانُوْا يَطْلُبُوْنَ اْلأَدَبَ ثُمَّ الْعِلْمَ 
"Aku telah mencari (mempelajari) adab selama 30 tahun dan aku mencari (mempelajari) ilmu selama 20 tahun. Dahulu mereka (para salaf) mencari (mempelajari) adab, lalu (setelah itu) ilmu". [Lihat Tartib Al-Madarik (3/39) oleh Al-Qodhi Iyadh, cet. Mathba'ah Fadholah, dan Ghoyah An-Nihayah fi Thobaqot Al-Qurro' (1/446/no. 1885) oleh Abul Khoir Ibnul Jazariy, cet. Maktabah Ibnu Taimiyyah, 1351 H]

Demikian secuil nukilan dari kehidupan para salaf, generasi terbaik dalam menegakkan agama. Mereka adalah kaum yang dikenal memelihara adab dan menghiasi diri mereka dengannya. Semakin banyak ilmunya, maka semakin baik pula adabnya.

Adapun generasi sekarang, sebagian orang diantara mereka, semakin banyak ilmunya, maka semakin congkak dan kurang adab. Sebagian diantara mereka ada yang berlagak bagaikan orang awam yang jahil!!

Adab merupakan hiasan yang amat berharga pada diri seorang penuntut ilmu, bahkan adab lebih berharga dibandingkan seorang anak yang hilang.

Disebutkan oleh Al-Imam Ibnu Jama'ah Al-Kinaniy -rahimahullah- bahwa Imam Asy-Syafi'iy -rahimahullah- pernah ditanya, "Bagaimana engkau mencari (mempelajari) adab?"

Imam Syafi'iy -rahimahullah- menjawab,
طلب المرأة المضلة ولدها، وليس لها غيره
"(Aku akan mencari adab) seperti halnya seorang wanita yang kehilangan dalam mencari anaknya, sedang ia tidak memiliki anak selainnya". [Lihat Tadzkiroh as-Sami' wal Mutakallim (hal. 41), cet. Maktabah Al-Imam Adz-Dzahabiy, 1424 H]

Nilai seorang penuntut ilmu bukanlah dilihat dari banyak ilmu yang ia kumpulkan, namun dilihat dari adab yang menghiasi dirinya.

Seorang tabi'ut tabi'in, Makhlad bin Al-Husain -rahimahullah- berkata,
نحن إلى كثيرٍ من الأدبِ أَحْوَجُ منا إلى كثيرٍ من الحديثِ
"Kita ini lebih butuh kepada adab yang banyak dibandingkan banyak hadits". [HR. Al-Khothib dalam Al-Jami' li Akhlaq Ar-Rowi (no. 11)]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tolong komentarnya yang sopan