Jumat, 30 Oktober 2015

Hanya Satu Kartu (Sebab Hamba Selamat dari Neraka)

Hanya Satu Kartu
(Sebab Hamba Selamat dari Neraka)
oleh : Ibnu Zain Al-Khoirid

Hari kiamat adalah hari yang amat mencengangkan, menakutkan, dan penuh kesusahan. Oleh karena itu, setiap hamba ketika berada pada hari itu dipadang mahsyar, mereka berdiri penuh kecemasan, sambil menunggu keputusan Sang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Allah Ta’ala berfirman,
وَلَوْ تَرَى إِذِ الْمُجْرِمُونَ نَاكِسُو رُءُوسِهِمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ رَبَّنَا أَبْصَرْنَا وَسَمِعْنَا فَارْجِعْنَا نَعْمَلْ صَالِحًا إِنَّا مُوقِنُونَ
“Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat ketika orang-orang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata): "Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), kami akan mengerjakan amal saleh, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang yakin”.(QS.As-Sajdah: 12)

Di tengah kerisauan, dan kecemasan seluruh makhluk, Allah -Subhanahu wa Ta'ala- menyelamatkan seorang lelaki muslim. Apa sebabnya? Karena ia bertauhid, mengesakan Allah dalam semua ibadahnya.

Nabi -Shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda,
إِنَّ اللَّهَ سَيُخَلِّصُ رَجُلاً مِنْ أُمَّتِي عَلَى رُءُوسِ الخَلاَئِقِ يَوْمَ القِيَامَةِ فَيَنْشُرُ عَلَيْهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ سِجِلًّا كُلُّ سِجِلٍّ مِثْلُ مَدِّ البَصَرِ ،
ثُمَّ يَقُولُ : أَتُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئًا ؟ أَظَلَمَكَ كَتَبَتِي الحَافِظُونَ ؟ فَيَقُولُ : لاَ يَا رَبِّ ، فَيَقُولُ : أَفَلَكَ عُذْرٌ ؟
فَيَقُولُ : لاَ يَا رَبِّ ،
فَيَقُولُ : بَلَى إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَةً ، فَإِنَّهُ لاَ ظُلْمَ عَلَيْكَ اليَوْمَ ،
فَتَخْرُجُ بِطَاقَةٌ فِيهَا : أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ،
فَيَقُولُ : احْضُرْ وَزْنَكَ ،
فَيَقُولُ : يَا رَبِّ، مَا هَذِهِ البِطَاقَةُ مَعَ هَذِهِ السِّجِلاَّتِ ،
فَقَالَ : إِنَّكَ لاَ تُظْلَمُ ،
قَالَ : فَتُوضَعُ السِّجِلاَّتُ فِي كَفَّةٍ وَالبِطَاقَةُ فِي كَفَّةٍ ، فَطَاشَتِ السِّجِلاَّتُ وَثَقُلَتِ البِطَاقَةُ ، فَلاَ يَثْقُلُ مَعَ اسْمِ اللهِ شَيْءٌ.
“Sesunggunya Allah akan menyelamatkan seorang  lelaki dari umatku di hadapan para makhluk pada hari kiamat. Maka dihamparkan di depannya 99 gulungan (dosa), setiap gulungan panjangnya sejauh mata memandang, kemudian Allah berfirman (kepadanya), “Apakah kamu mengingkari sesuatu dari ini (yaitu catatan dosa yang terhampar di depannya), apakah para penulis-Ku yang mengawasi kamu menzholimimu?” Maka ia menjawab, “tidak wahai Rabbku”, maka Allah berfirman, “Bahkan engkau mempunyai satu kebaikan di sisi Kami, sesungguhnya tidak ada kezholiman pada hari ini atasmu”, maka dikeluarkan satu bithoqoh (kartu) tertulis di dalamnya:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
“Maka Allah berfirman, “Saksikanlah timbanganmu”, maka ia berkata, “wahai Rabbku apakah (nilainya) bithoqoh ini dibanding dengan gulungan-gulungan tersebut”. Maka Allah berfirman, “Sesungguhnya engkau tidak akan dizholimi”. Maka diletakkan gulungan-gulungan tersebut pada satu daun timbangan dan bithoqoh (diletakkan) pada anak timbangan (lainnya). Maka terangkatlah gulungan-gulungan itu dan bithoqoh tersebut  lebih berat”.[HR. Imam Ahmad dalam Al-Musnad (6994), At-Tirmidziy dalam Al-Jami’ (2639), Ibnu Majah Al-Qozwiniy dalam As-Sunan (4300), dan lainnya. Di-shahih-kan Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shahihah (no. 135)]
Hadits ini mengabarkan kepada kita tentang kartu catatan pahala seorang lelaki, bertuliskan “la ilaha illallah”. Keutamaan selembar bithoqoh (kartu) itu bisa menghapus 99 gulungan dosa.
Setiap satu gulungan panjangnya sejauh mata memandang. Keutamaan ini ia peroleh karena ia mengucapkan, meyakini, dan melaksanakan konsekuensi kalimat ini dalam keadaan sempurna keikhlasannya (murni dalam bertauhid atau syahadatnya).Akan tetapi perlu diingat, betapa banyak orang yang mengucapkan kalimat ini, tapi tidak bisa mendapatkan keistimewaan di atas, karena keikhlasannya tidak sempurna.
Fadhilah Asy-Syaikh Sholeh bin Abdul Aziz Alusy Syaikh -hafizhohullah- berkata dalam At-Tamhid li Syarh Kitab At-Tauhid (hal. 28),
وهذا الفضل العظيم لكلمة التوحيد ، إنما هو لمن قويت في قلبه ، ذلك أنها في قلب بعض العباد تكون قوية ؛ لأنه مخلص فيها مصدق ، لا ريب عنده فيما دلت عليه ، معتقد ما فيها ، محب لما دلت عليه ، فيقوى أثرها ونورها في القلب فإذا كانت كذلك : فإنها تحرق ما يقابلها من الذنوب ، وأما من لم يكن من أهل تمام الإخلاص فيها ، فإنه لا تطيش له سجلات الذنوب
“Keutamaan besar ini bagi kalimat tauhid, hanyalah ada bagi orang yang kalimat itu kuat di hatinya. Demikianlah bahwa kalimat itu kuat dalam hati sebagian hamba, karena ikhlash, dan membenarkannya. Dia tak ragu terhadap sesuatu yang ditunjukkan oleh kalimat tersebut, ia meyakini sesuatu yang terdapat padanya, dan mencintai sesuatu yang ditunjukkannya. Akhirnya, bekas, dan cahayanya semakin kuat dalam hati. Jika demikian, maka kalimat itu akan membakar sesuatu yang dihadapinya berupa dosa-dosa. Adapun orang yang tidak sempurna keikhlasannya dalan kalimat itu, maka gulungan dosa tersebut tidak akan terangkat (melayang)”.
Oleh karena itu, seorang muslim perlu mengetahui makna tauhid yang dikandung oleh kalimat syahadat, agar ia tak sekedar mengucapkannya, dalam keadaan hampa dr makna dan tujuan kalimat tauhid itu.
Al- Allamah Abdur Rahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullah berkata dalam Al-Qoul As-Sadid (hal. 32), “Tauhid adalah mengilmui dan mengetahui akan ke-Esaan Allah dan sifat-sifat-Nya yang sempurna dan mengikhlaskan (memurnikan) ibadah hanya kepada-Nya”.
Seorang yang mengucapkan dan meyakini kalimat syahadat, harus mengerjakan dua syarat:
·       Pertama, nafyul uluhiyah (meniadakan semua sesembahan) bagi selain Allah, yaitu mengetahui dan meyakini bahwa tidak ada hamba yang mempunyai hak uluhiyah (penyembahan dan peribadatan) sedikitpun dan tidak berhak diibadahi, baik itu para nabi, malaikat, jin, kiyai, orang sholih, para raja, dan lainnya. Tidak seorang pun yang memiliki bagian sedikit pun dari uluhiyah-Nya. Jadi, makhluk tidak boleh dido’ai, di-istighotsahi, dimintai tolong dalam perkara yang tak mampu ia lakukan, kecuali Allah.
·       Kedua, itsbatul uluhiyah (menetapkan hak penyembahan) hanya kepada Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, serta menetapkan keesaan-Nya dalam semua makna penyembahan dan peribadatan, dan semua sifat-Nya yang sempurna. Semua hamba tidak cukup hanya meyakini ini saja. Tapi dia juga harus mewujudkannya dengan mengikhlaskan dien (ibadah dan ketaatannya), menegakkan Islam dan melaksanakan hak-hak Allah serta kawajiban seorang hamba yang ditujukan kepada Allah untuk mendapatkan ridha dan pahala dari-Nya.

Bisa dipahami bahwa hakekat tafsir “syahadat”  yang sempurna adalah bara’ (berlepas diri) dari sesembahan selain Allah, tidak membuat tandingan-tandingan bagi Allah -Tabaroka wa Ta'ala-, tidak mencintai sesuatupun melebihi cintanya kepada Allah.

Tentang makna “La ilaha illallah”, Rasulullah -Shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda,
مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُوْنِ اللهِ حَرُمَ مَالُهُ وَدَمُهُ وَحِسَابُهُ عَلَى اللهِ.
“Baransiapa yanng mengucapkan “La ilaha illallah” dan dia mengingkari semua yang disembah selain Allah, maka haram harta dan darahnya, adapun perhitungannya terserah Allah”. [HR. Muslim dalam  Shohih-nya (23), Ath-Thobroniy dalam Al-Kabir (8190), dan lainnya]

Orang yang hanya mengucapkan “La ilaha illallah’’ di lisan saja sedang dia tidak mengerti maknanya, tidak mengikrarkannya, berdo’a tidak hanya kepada Allah saja, maka darah dan hartanya tidak terjaga sebelum dia mengingkari sesembahan-sesembahan selainnya, Namun kalau dia ragu-ragu dan tak tahu, maka tidak ada jaminan atas harta dan darahnya.

Jadi, jelas bahwa mengucapkan “La ilaha illallah” haruslah yakin tentang wajibnya beribadah hanya kepada Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya, disertai keikhlasan baik ucapan dan keyakinannya. Selain itu, ia juga harus bara’ (berlepas diri) dari selain-Nya dalam hal ibadah, ketaatan dan ketundukan.

Syahadat yang murni adalah yang bersih dan tidak ada noda-noda syirik, baik syirik akbar (besar) yaitu beribadah kepada selain Allah, maupun syirik asqhar (kecil) seperti riya’ firman Allah,
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. (QS. An-Nisa: 36)

Seorang yang murni tauhidnya akan bersih dari noda-noda bid’ah (perkara baru yang diada-adakan dalam urusan agama yang tidak ada petunjuk dari Allah dan Rasul-Nya), baik itu berupa ucapan, keyakinan dan amalan.
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ.
“Siapa yang mengada-adakan (sesuatu yang baru) dalam urusan dien (agama) kami ini yang bukan dari padanya maka dia tertolak”. [HR. Al-Bukhariy dan Muslim]

Al-Imam Abu Zakariya An-Nawawiy -rahimahullah- berkata dalam Al-Minhaj (12/16), “Hadits ini merupakan sebuah kaedah agung diantara kaedah-kaedah Islam. Hadits termasuk jawami’ al-kalim (ucapan ringkas, tapi padat maknanya) dari Nabi -Shallallahu 'alaihi wasallam-, karena ia gamblang dalam menolak segala perbuatan bid’ah, dan sesuatu yang diada-adakan”.

Ibnu Daqiq Al-Ied -rahimahullah- dalam Syarah Al-Arba`in An-Nawawiyah (hal.43, Cet.Dar Ibnu Hazm),“Hadits ini merupakan kaidah yang sangat agung diantara kaidah-kaidah agama.Dia termasuk "Jawami' Al-Kalim" (ucapan ringkas, tapi padat maknanya) yang diberikan kepada Al-Mushthofa r , karena hadits ini jelas sekali dalam menolak segala bentuk bid`ah dan perkara-perkara baru”.

Tauhid bersih lagi kokoh yang terpatri dalam hati seorang hamba akan menjauhkannya dari maksiat. Kemurnian tauhid ini akan terwujud dengan adanya keikhlasan yang sempurna, baik dalam ucapan, amalan, maupun iradah (kehendak)nya, selamat dari syirik akbar yang membatalkan keislamannya (aqidahnya) dan selamat dari syirik ashgar (kecil), seperti riya’ yang mengurangi kesempurnaan tauhid juga terbebas dari bid’ah dan maksiat yang mengotori tauhid yang berpengaruh sangat jelek.

Jika seorang bertauhid jatuh dalam maksiat, maka tauhidnya akan menggiring diirnya untuk segera bertobat kepada Allah -Tabaroka wa Ta'ala-.
Jadi, inilah yang menyebabkan ia masuk surga tanpa hisab atau hisab yang mudah, termasuk golongan pertama yang masuk surga dan dia berada di maqam (kedudukan) yang tinggi.

Murninya tauhid adalah tunduk kepada Allah dengan sempurna dan tawakkal yang kuat kepada-Nya sehingga hatinya tidak condong sedikit pun kepada mahkluk di setiap kondisi, tidak meminta kemuliaan kepada mereka di mana dan kapan saja, tapi dzohir dan batinnya, ucapan dan perbuatan, cinta, bencinya karena Allah dan semuanya di tujukan hanya mencari ridha Allah dengan mengikuti petunjuk Rasul-Nya.

Tauhid yang murni tidak bisa diperoleh hanya dengan angan-angan, tidak dengan hanya berdo’a yang tanpa bukti dan khayalan-khayalan kosong, tapi kemurnian syahadat bisa didapat dengan hal-hal yang menenangkan hati, berupa keyakinan, aqidah yang terbukti   dengan berbuat kebaikan, berakhlaq mulia dan beramak shaleh.
Firman Allah,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. An-Nahl: 97)

Memurnikan tauhid dengan cara inilah yang akan mendapatkan keistimewaan yang sudah disebutkan pada hadits bithoqoh di depan.

Para pembaca yang budiman, inilah hakekat syahadat  yang murni dan faedah-faedahnya. Maka murnikanlah syahadatmu, dengan ketundukan, cinta, harap, takut, tawakkal dengan keyakinan yang kokoh hingga Allah menerimanya, dan agar kita bisa memetik buahnya di dunia dan akhirat serta memberikan pengaruh pada kaum muslimin, istiqomah di dalamnya sampai kita berjumpa dengan Allah di akhirat kelak.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tolong komentarnya yang sopan