Selasa, 27 Oktober 2015

Hukum Bangkai Laut

Hukum Bangkai Laut
Oleh: Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir, Lc. -hafizhohulloh-

Tenggelamnya Adam Air dan KM. Senopati banyak membawa hikmah, sekaligus banyak membawa korban, sehingga ikan di tempat kejadiannya kekenyangan menyantap bangkai manusia. Namun pada kesempatan ini, kami tidak akan membahas bangkai manusia, tapi yang akan dibahas adalah bangkai ikan yang terapung di atas permukaan laut, teradampar di daratan, dan lainnya.
Oleh karena itu, kami katakan, laut adalah salah satu nikmat terbesar bagi para hamba. Di dalamnya terdapat berbagai macam jenis ikan, bahan tambang, permata. Akan tetapi, sedikit orang diantara kita berusaha mengetahui hukum-hukum dan sunnah-sunnah Nabi -Shallallahu 'alaihi wa sallam- yang berkaitan dengan laut.
Lain halnya dengan para sahabat yang merupakan panutan kita. Abu Hurairah bercerita, beliau berkata,
سَأَلَ رَجُلٌُ النَّبِيَّ  صلى الله عليه وسلم  فَقَالَ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّا نَرْكَبُ الْبَحْرَ وَمَعَنَا الْقَلِيْلُ مِنَ الْمَاءِ فَإِنْ تَوَضَّأْنَا بِهِ عَطَشْنَا أَفَنَتَوَضَّأُ بِمَاءِ الْبَحْرِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ  صلى الله عليه وسلم    هُوَ الطَّهُوْرُ  مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
“Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah -Shallallahu 'alaihi wa sallam-  seraya berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami biasa melintasi lautan, namun kami membawa air yang sedikit. Jika kami berwudhu’ dengan menggunakan air tersebut, maka kami akan haus. Apakah kami boleh berwudhu’ dengan air laut?”  Maka Rasulullah -Shallallahu 'alaihi wa sallam- menjawab,“Dia (air laut) adalah suci airnya, halal bangkainya”.”. [HR Abu Daud dalam As-Sunan (83) At-Tirmidziy dalam A-Sunan (69) An-Nasa`iy dalam Al-Mujtaba (59), Ibnu Majah dalam As-Sunan (386), Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (1/131), dan Ibnu Khuzaimah dalam Shohih-nya (111). Hadits ini dishohihkan oleh syekh Al-Albaniy -rahimahullah-  dalam Irwa Al-Gholil (no. 9)]
Di dalam hadits ini terdapat beberapa yang bisa kita petik dan kita amalkan:
¬  Jika ada masalah kehidupan yang sulit dipecahkan, seyogyanya kembali, dan bertanya kepada ulama. Sebagaimana sahabat dalam hadits bertanya tentang masalah kehidupan yang ia alami. Allah -Ta’ala- berfirman,
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan (ilmu) jika kamu tidak mengetahui”. (QS. An-Nahl : 43)
¬  Air laut adalah air yang suci secara mutlak. Jadi dia adalah air yang suci pada zatnya dan bisa mensucikan yang lain, artinya bisa dipakai bersuci, seperti bersuci. [Lihat Manar As-Sabil (hal. 11), dan Raudhah Ath-Tholibin (hal. 8) karya An-Nawawiy]
Ibnu Mulaqqin -rahimahullah-  berkata, “Dalam hadits ini terdapat keterangan tentang bolehnya bersuci dengan air laut. Inilah yang dinyatakan oleh para ulama, kecuali Ibnu Abdil Barr, Ibnu Umar, dan Sa’id Ibnul Musayyib”. [Lihat Tuhfah Al-Ahwadziy (1/239)]
¬  Sesungguhnya bangkai hewan laut seluruhnya adalah halal. Sedang yang dimaksud dengan bangkai laut adalah sesuatu yang mati di dalam laut berupa hewan laut yang tidak bisa hidup kecuali di dalamnya seperti; ikan, anjing laut, ular laut, babi laut dan semisalnya. [Lihat Taudhih Al-Ahkam (1/91) dan Tuhfah Al-Ahwadziy (1/236)]
Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah- berkata, “Dalam hadits ini terdapat faedah penting, yaitu halalnya segala sesautu yang mati di laut diantara hewan yang hidup di dalamnya, sekalipun sudah terapung di atas air”. [Lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah (1/2/867) (no. 840)]
¬  Air laut mampu menghilangkan hadats besar maupun kecil ataupun najis yang terdapat pada sesuatu yang suci berupa badan, pakaian, tanah, dan lain-lain. [Lihat Taudhihah Al-Ahkam (1/90)]
¬  Bolehnya seorang mufti atau orang yang ditanya untuk memberikan jawaban yang lebih dari isi pertanyaan jika dipandang perlu [Lihat Aridhoh Al-Ahwadziy (1/89) dan Aunul Ma’bud (1/126)]
Abu Bakr Ibnul Arabiy -rahimahullah- berkata, “Diantara kebaikan (kebijakan) dalam berfatwa, dalam jawaban didatangkan sesuatu yang lebih dari pertanyaan demi menyempurnakan faedah, dan memberi faedah ilmu lain yang belum ditanyakan”. [Lihat Aridhah Al-Ahwadziy (1/89)]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tolong komentarnya yang sopan