Lagi-lagi Teroris!!
..................................
Banyak
huru-hara dan musibah yang menimpa negeri ini. Setiap orang merasakan pahit dan
getirnya segala musibah tersebut. Belum terlupakan dalam pikiran kita dan belum
terhapus pahitnya hal itu dari memori hati setiap orang, tiba-tiba kita
dikejutkan oleh ulah seorang pemuda yang meledakkan dirinya dengan sebuah bom di
tengah jama’ah yang sedang sholat di Mapolres Cirebon Kota, pada tanggal 15
April 2011 M. Ulah itu menelan korban luka-luka dan matinya teroris
tersebut.[1]
Semua
ini merupakan sikap arogan yang timbul karena ketidaksabaran sebagian
masyarakat dalam bermuamalah (berinteraksi) dengan pemerintahnya.Sebagian
diantara para teroris dunia yang hidup di negeri kaum muslimin, ada yang
beralasan bahwa ia tak sabar melihat pemerintah negaranya berlumuran dengan
maksiat. Ada
yang beralasan, ia tak sabar meyaksikan para pemerintahnya tak berhukum dengan
syariat Islam, sehingga menurutnya pemerintah adalah kafir (?). Ada yang tak sabar,
karena memandang banyaknya korupsi, penganiayaan, sogok-menyogok dan lainnya.
Sebagian lagi tak puas merasakan penderitaan yang menurut sangkaannya bahwa
semua itu akibat ulah pemerintahnya!! Satu lagi diantara mereka menganggap
bahwa pemerintahnya adalah antek-antek kaum kafir.
Kenyataan
dan fakta seperti ini memaksa kita untuk melakukan napak tilas dan pengulangan
sejarah hidup generasi emas yang biasa kita kenal dengan kaum “As-Salaf
Ash-Sholih” (Pendahulu yang baik) dari kalangan para sahabat, tabi’in, dan
tabi’ut tabi’in serta para pengikut mereka (semisal, Imam Malik, Asy-Syafi’y,
Ahmad bin Hambal dan lainnya). Generasi inilah yang paling terbaik dalam
memahami dan menerapkan Al-Qur’an dan Sunnah.
Para
As-Salaf Ash-Sholih mengajarkan kesabaran kepada kita dalam ber-mu’amalah dengan
pemerintah muslim, bukan malah memberontak, menjelek-jelekkan mereka, menyakiti
dan menzhaliminya. Tak boleh seorang muslim menyusahkan dan mencemaskan mereka,
bahkan membantu dan meringankan beban mereka.
Mari
kita bercermin kepada sebuah hadits yang diceritakan oleh Sahabat yang mulia,
Hudzaifah bin Al-Yaman -radhiyallahu anhu-, saat beliau berkata,
قُلْتُ
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا كُنَّا بِشَرٍّ فَجَاءَ اللَّهُ بِخَيْرٍ فَنَحْنُ
فِيهِ فَهَلْ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْخَيْرِ شَرٌّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ هَلْ
وَرَاءَ ذَلِكَ الشَّرِّ خَيْرٌ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ فَهَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ
الْخَيْرِ شَرٌّ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ كَيْفَ قَالَ يَكُونُ بَعْدِي أَئِمَّةٌ لَا
يَهْتَدُونَ بِهُدَايَ وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ
قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ قَالَ قُلْتُ كَيْفَ
أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ تَسْمَعُ وَتُطِيعُ
لِلْأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ
“Wahai
Rasulullah, sesungguhnya kita dahulu berada dalam kejelekan, lalu Allah
mendatangkan kebaikan, lalu kami berada di dalamnya. Apakah setelah kebaikan
ini ada kejelekan? Beliau jawab, “Ya”. Aku katakan, “Apakah setelah kejelekan
itu ada kebaikan?”. Beliau jawab, “Ya”. Aku katakan lagi, “Apakah setelah
kebaikan itu ada kejelekan?” Beliau jawab, “Ya”. Aku katakan, “Bagaimana?”
Beliau bersabda, “Akan ada setelahku beberapa pemimpin yang tak
berpetunjuk dengan petunjukku, dan dan berteladan dengan sunnahku. Akan tegak
diantara mereka beberapa tokoh yang hatinya adalah hati setan dalam tubuh
seorang manusia”. Aku katakan, “Apa yang harus aku lakukan ya Rasulullah,
jika menjumpai hal itu?” Beliau bersabda, “Engkau mendengar dan taat kepada
pemerintah itu, walaupun ia memukul punggungmu, dan mengambil hartamu.
Dengar dan taatilah”.[HR. Muslim dalam Kitab Al-Imaroh: bab Wujub
Mulazamah Jama’ah Al-Muslimin inda Zhuhur Al-Fitan wa fi Kulli Haal wa Tahrim
Al-Khuruj alaa Ath-Tho’ah wa Mufaroqoh Al-Jama’ah (3435)]
Hadits
ini berisi bimbingan bahwa seorang muslim hendaknya selalu bersabar saat
melihat ada kezhaliman yang muncul dari pemerintahnya yang muslim sampai pun ia
mengambil harta kita secara aniaya dan menyakiti kita. Hadits inilah yang
pernah diamalkan oleh Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Imam Ahmad bin Hambal
Asy-Syaibaniy -rahimahullah- saat beliau diajak memberontak oleh sekelompok
manusia di zamannya. Namun beliau engggan, sebab pembangkangan dan
pemberontakan kepada pemerintah muslim hanyalah melahirkan keburukan besar bagi
seluruh kaum muslimin.
Seorang
diantara murid beliau, Abul Harits Ahmad bin Muhammad Ash-Sho’igh -rahimahullah-
berkata menceritakan hal itu, “Aku pernah bertanya kepada Abu Abdillah
Ahmad bin Hanbal tentang suatu perkara yang terjadi di kota Baghdad; adanya
suatu kaum yang mau memberontak, “Apa yang anda katakan tentang memberontak
bersama kaum itu?” Kemudian beliau mengingkari mereka seraya berkata,
“Subhanallah. Jagalah darah, jagalah darah. Aku tidak memandang hal itu baik,
dan aku tak memerintahkannya. Bersabar di atas kondisi kita hadapi lebih baik
dari fitnah (masalah yang timbul dari pemberontakan, -pen.). Nanti akan
tertumpahkan darah di dalamnya, harta-harta akan dihalalkan, dan
kehormatan-kehormatan akan ternodai. Bukankah engkau telah mengetahui kondisi
manusia dahulu (yakni, pada hari-hari fitnah) ” Aku (Ash-Sho’igh) katakan,
“Bukankah manusia pada hari ini juga berada dalam fitnah (masalah), wahai Abu
Abdillah?” Beliau berkata, “Walaupun hal itu terjadi, maka itu hanyalah fitnah
(masalah) yang khusus (parsial) saja. Jika terjadi perang, maka fitnah (masalah
dan kerusakan) akan merata, dan jalan-jalan akan terputus. Bersabar di atas
kondisi seperti (sekarang) ini, dan agamamu selamat adalah lebih baik bagimu”.
(Kata Ash-Sho’igh), “Aku melihat beliau mengingkari pemberontakan terhadap
pemerintah seraya berkata, “Jagalah darah; aku tak memandang hal itu boleh, dan
aku tak memerintahkannya”. [Lihat As-Sunnah (89) karya Abu Bakr
Al-Khollal]
Kejadian
yang diisyaratkan oleh Imam Ahmad -rahimahullah- adalah fitnah Kholqil
Qur’an (musibah keyakinan kafir yang menyatakan Al-Qur’an adalah makhluk). Suatu
musibah yang timbul saat Kholifah Ma’mun memaksa para ulama –diantaranya Imam
Ahmad- untuk menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk. Ini adalah kekufuran
yang jelas!! Dalam kondisi ini Imam Ahmad memerintahkan mereka bersabar, jangan
memberontak. Karena pemberontakan akan melahirkan banyak kerusakan, baik yang
diketahui, maupun yang tak diketahui. Kalian telah melihat kerusakan itu beberapa
tahun yang silam saat Pak Harto dilengserkan dalam sebuah gerakan yang disebut
dengan “reformasi”!!!
Dalam
kondisi yang susah seperti ini, apakah Al-Imam Ahmad selaku ulama
besar di zamannya menghasung rakyat untuk membunuh pemerintah dengan berbagai
macam cara?! Tentunya tidak!! Karena beliau adalah orang yang paling paham
jalan hidup dan sunnah para sahabat yang melarang dari membunuh,
menzhalimi dan mencemarkan nama baik pemerintah. Bahkan Imam Ahmad
-rahimahullah- mengajak kaum muslimin agar selalu bersabar dalam menghadapi
kezhaliman mereka, sambil memberikan nasihat dengan cara yang terbaik serta
mendoakan mereka agar mereka baik sehingga rakyat pun jadi baik.
Kita
kembali kepada tindak jahat teroris yang melakukan pemboman di dalam rumah
Allah (yakni, masjid). Orang yang seperti ini terancam dengan firman Allah
-Azza wa Jalla-,
وَمَنْ
أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَى
فِي خَرَابِهَا أُولَئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَنْ يَدْخُلُوهَا إِلَّا خَائِفِينَ
لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
[البقرة/114]
“Dan
siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama
Allah dalam mesjid-mesjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu
tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (mesjid Allah), kecuali dengan rasa takut
(kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa
yang berat”. (QS. Al-Baqoroh : 114)
Konon
kabarnya, ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang Romawi yang membantu
seorang raja zholim untuk merobohkan Masjid Baitul Maqdis. Ada yang menyatakan bahwa ayat itu turun dan
berkenaan dengan orang-orang kafir Quraisy yang menghalangi Nabi -Shallallahu
alaihi wa sallam- untuk memasuki Masjidil Haram pada waktu beliau di
Hudaibiyyah. [Lihat Zaadul Masiir (1/114) oleh Ibnul Jauziy]
Intinya,
menghalangi orang dari masjid adalah perkara yang terlarang dan kezholiman yang
paling besar, entah dengan cara merobohkan masjid, melakukan terror di dalam
atau sekitar masjid sampai orang takut sholat di masjid, ataukah mengancam dan
memerangi orang yang mau mendatanginya dan lain sebagainya!!
Perhatikanlah
si pembom itu!! Bukankah ia telah menghalangi orang untuk masuk ke masjid,
tempat kejadian peristiwa dengan ulahnya yang keji tersebut? Tidakkah ia telah
berusaha merobohkan rumah Allah. Semoga Allah memberikannya balasan yang
setimpal!!!
Perbuatan
yang mereka lakukan bukanlah jihad fi sabilillah, sebab jihad –salah satu
syaratnya- haruslah dipimpin oleh seorang pemerintah muslim. Ath-Thohawiy
berkata saat menyebutkan aqidah Ahlus Sunnah,“Haji, dan jihad akan terus
berjalan bersama pemerintah dari kalangan kaum muslimin, yang baik maupun yang
fajir sampai tegaknya hari kiamat, tak akan dibatalkan dan digugurkan oleh
sesuatu apapun”. [Lihat Al-Aqidah Ath-Thohawiyyah (hal. 50)]
Nah,
bagaimana si teroris atau pembom ini dipimpin oleh pemerintah, sedangkan ia
memusuhi pemerintah muslim dan berusaha membunuhnya. Kematian si pembom itu
bukanlah mati syahid, bahkan ia adalah bunuh diri yang dikecam oleh Nabi
-Shallallahu alaihi wa sallam- dalam sebuah sabdanya,
مَنْ
تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ يَتَرَدَّى
فِيهِ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ تَحَسَّى سُمًّا فَقَتَلَ
نَفْسَهُ فَسُمُّهُ فِي يَدِهِ يَتَحَسَّاهُ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا
مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ فِي
يَدِهِ يَجَأُ بِهَا فِي بَطْنِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا
أَبَدًا
“Barangsiapa
yang menjatuhkan diri dari gunung sehingga dirinya terbunuh, maka ia akan
berada dalam neraka Jahannam, sedangkan ia akan jatuh ke Jahannam dalam keadaan
ia dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Barangsiapa yang menenggak racun,
lalu ia pun membunuh dirinya, maka racunnya akan terus berada di tangannya,
sambil ia menenggaknya nanti di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal lagi
dikekalkan di dalamnya selama-lamanya. Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan
alat besi (seperti, pisau dan lainnya), maka alat besi itu akan berada di
tangannya, sedang ia akan menikam perutnya dengan alat besi itu dalam keadaan
ia akan kekal lagi dikekalkan selama-lamanya”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab
At-Tibb, bab: Syurb As-Summ wa Ad-Dawaa’ bih (no.) dan Muslim
dalam Kitab Al-Iman, bab: Ghilazh Tahrim Qotlil Insaan Nafsah(no. )]
Seorang
mufti Mesir, Syaikh Hasan Ma’mun Al-Mishriy berkata, “Sesungguhnya bunuh
diri secara sengaja termasuk dosa besar yang paling besar dan paling berat
hukumannya serta ia adalah pelanggaran atas diri seperti halnya bila ia
melakukan pelanggaran atas orang lain dalam hal dosa dan hukuman. Sebab nyawa
seseorang bukanlah miliknya, ia hanyalah milik Allah -Subhanahu wa Ta’ala-.
Sungguh telah tertera dalam Kitabullah ayat-ayat yang dalam beberapa tempat
yang berbeda, yang mengharamkan bunuh diri dan mengharuskan adanya hukuman
terberat bagi pelakunya”. [Lihat Fataawa Al-Azhar (7/183)-
Syamilah]
وَمِنَ
النَّاسِ مَنْ يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللَّهَ
عَلَى مَا فِي قَلْبِهِ وَهُوَ أَلَدُّ الْخِصَامِ (204) وَإِذَا تَوَلَّى سَعَى
فِي الْأَرْضِ لِيُفْسِدَ فِيهَا وَيُهْلِكَ الْحَرْثَ وَالنَّسْلَ وَاللَّهُ لَا
يُحِبُّ الْفَسَادَ (205) وَإِذَا قِيلَ لَهُ اتَّقِ اللَّهَ أَخَذَتْهُ
الْعِزَّةُ بِالْإِثْمِ فَحَسْبُهُ جَهَنَّمُ وَلَبِئْسَ الْمِهَادُ (206)
[البقرة/204-206]
“Dan
di antara manusia ada orang yang ucapannya dalam kehidupan dunia menarik
hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya. Padahal
ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia
berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan membinasakan
tanaman-tanaman dan binatang ternak. Sedang Allah tidak menyukai kerusakan. Dan
apabila dikatakan kepadanya: “Bertakwalah kepada Allah”, maka bangkitlah
kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah baginya neraka
jahannam. dan sungguh neraka Jahannam itu tempat tinggal yang
seburuk-buruknya”.(Al-Baqoroh : 204-206)
Al-Imam
Abdur Rahman Ibn Nashir As-Sa’diy -rahimahullah- berkata, “Di dalam
ayat ini terdapat dalil bahwa ucapan-ucapan yang muncul dari orang-orang,
bukanlah dalil tentang kejujuran atau kedustaan, kebajikan atau kefajiran
sampai ada perbuatan yang membenarkan ucapannya atau membersihkannya.
Seyogyanya menguji kondisi orang-orang yang memberi kesaksian, para pejuang
kebenaran, dan para pejuang kebatilan dari kalangan manusia dengan meneliti
perbuatan-perbuatan mereka, memperhatikan korelasi-korelasi dari kondisi
mereka, serta jangan tertipu dengan kecohan mereka, dan penyucian mereka
terhadap diri mereka sendiri”.[Lihat Taisir Al-Karim (hal. 94)]
Terakhir,
kami memohon kepada Allah agar Dia senantiasa menunjuki kita semua menuju
jalan-jalan kebaikan dan dihindarkan dari segala macam keburukan dan
jalan-jalannya, amiin.
Penulis : Al-Ustadz Abdul Qodir
Abu Fa’izah –hafizhahullah-
[1] Baru-baru
ini terjadi lagi di Pusat Perbelanjaan Sarinah, Jalan Thamrin, Jakarta Pusat
yang didalangi oleh ISIS . [editor]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong komentarnya yang sopan