Belakangan ini, publik lagi ribut tentang "tidak
sampainya kiriman pahala Al-Fatihah buat si mayit." Semua pada ribut saat
seorang figur menyatakan tidak sampainya bacaan Fatihah kepada si mayit. Padahal
dahulu si figur ini dielu-elukan!![1]
Ini merupakan salah satu fenomena asingnya Islam dan
sunnah yang pernah diajarkan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-.
Pertanyaan sederhana, "Pernahkah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- atau
para sahabat mengirim Al-Fatihah buat seorang mayit?" Jawabnya, tentu
tidak pernah!!
Lalu mengapa kita getol memperjuangkan sesuatu yang
tidak ada dasarnya?! Asing, sungguh asing agama ini.
Di lain sisi, saat sunnah ditegakkan dan diamalkan,
maka banyak diantara kita yang menentangnya. Ambil contoh dalam masalah
pemeliharaan jenggot, tanpa dicukur, atau masalah jilbab beserta cadarnya.
Disini anda akan melihat keajaiban dan keanehan, orang Islam sendiri menyindir
dan mengolo-olok jenggot jenggot atau wanita cadaran.
Pelipur Lara di Tengah Keterasingan
Banyak diantara agama, dan sunnah
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- yang dilalaikan orang pada hari
ini sehingga terkadang menjadi sesuatu yang mahjur (ditinggalkan) dan
ghorib (asing) di mata pemeluknya sendiri.
Inilah yang pernah diisyaratkan
oleh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika beliau bersabda dalam sebuah
hadits,
بَدَأَ اْلإِسْلاَمُ غَرِيْبًا وَسَيَعُوْدُ
كَمَا بَدَأَ غَرِيْبًا فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاءِ
"Islam muncul dalam keadaan
asing, dan akan kembali (asing), sebagaimana ia muncul dalam keadaan asing.
Maka beruntunglah orang-orang asing". [HR. Muslim dalam Kitab
Al-Iman (232)]
Islam asing dan aneh di mata
manusia karena menyalahi hawa nafsu dan kejahilan mereka. Ketika seorang
mengamalkan sunnah (ajaran) Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- di awal Islam,
maka semua orang tersentak kaget dan heran sebagaimana kondisi di akhir zaman
sekarang. Jika sekarang ada pengikut sunnah (yakni, petunjuk) Nabi -Shallallahu
alaihi wa sallam- mengamalkan sunnah, seperti memanjangkan jenggot, dan
menggunakan jilbab besar beserta cadar, maka banyak kaum muslimin yang
berteriak kaget, dan menganggapnya asing alias aneh, menakutkan, ketinggalan
zaman, dan lainnya!! Keasingan ini terjadi karena kebanyakan manusia
menjauhi sunnah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-. Kenapa mereka jauh? Mereka
jauh karena kejahilan dan hawa nafsu menyelimuti mereka. Tapi keasingan ini
sebenarnya adalah sunnatullah (ketentuan dari Allah -Azza wa Jalla-).
Al-Imam Abu Ishaq
Asy-Syathibiy –rahimahullah– berkata, “Keterasingan ini adalah
sunnatullah pada makhluk-Nya, yakni pengikut kebenaran dibandingkan pengusung
kebatilan adalah jumlahnya sedikit berdasarkan firman-Nya -Ta’ala-,
"Dan sebahagian besar
manusia tidak akan beriman – walaupun kamu sangat menginginkannya-. (QS.
Yusuf: 103)
“Dan sedikit sekali dari
hamba-hambaKu yang berterima kasih”. (QS. Saba ’
: 13)
(Demikianlah) agar Allah
membenarkan apa yang Dia janjikan kepada Nabi-Nya berupa kembalinya sifat
keterasingan itu kepada Islam. Jadi, keterasingan itu tak akan terjadi, kecuali
karena hilangnya pengikut (kebenaran) atau sedikitnya mereka. Hal itu terjadi
saat perkara yang ma’ruf berubah menjadi kemungkaran; kemungkaran berubah
(dianggap) sebagai sesuatu yang ma’ruf; Sunnah dianggap bid’ah, dan
bid’ah dianggap sunnah. Akhirnya, pengikut Sunnah diperhadapkan dengan cacian
dan sikap keras sebagaimana nasibnya dahulu para pengusung bid’ah, karena
adanya keinginan para pengusung bid’ah itu agar symbol kesesatan bias bersatu
(kuat)”. [Lihat Al-I’tishom (1/12), tahqiq Masyhur
Hasan Salman, cet. Maktabah At-Tauhid, 1421 H]
Jumlah kaum muslimin pada hari
ini amat banyak. Hanya saja yang kita sesalkan, mayoritas dari mereka tidak
mengetahui Islam yang pernah dibawa oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-
dan disebarkan oleh para sahabat.
Lihatlah, ketika mereka diajak
untuk meninggalkan kesyirikan, maka mereka menuduh kita sebagai“Wahabi”.
Perkara ini amat jelas jika ada seorang yang bertauhid melarang kaum muslimin
datang ke kuburan orang-orang “sholeh”, karena mereka kesana untuk melakukan
kesyirikan, seperti bernadzar di kubur, mengharap pertolongan dan kesembuhan
dari penghuni kubur, meminta dan berdoa kepada mayit. Inilah yang dilarang
dalam Islam dalam firman-Nya,
“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid
itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyeru (berdoa) kepada
seseorangpun di dalamnya di samping (menyeru) Allah”. (QS. Al-Jin:
18)
Perhatikan, saat kita menasihati
mereka untuk meninggalkan maulid karena hal itu tak ada tuntunannya dari Nabi
-Shallallahu alaihi wa sallam-, maka manusia akan kiamat. Bukankah Allah
-Ta’ala- berfirman,
“Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu”. (QS. Al-Maa’idah: 3)
Bila agama telah sempurna, maka
kita tak perlu menambahinya dengan amalan yang tak ada tuntunannya dalam agama
–seperti, maulid-, sebab amalan yang tak ada tuntunannya dalam agama akan
tertolak, tak mendapatkan pahala, bahkan akan dimintai pertanggungjawaban!!
Nabi -Shallallahu alaihi wa
sallam- bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ
مِنْهُ فَهُوَ رَدٌ
“Barang siapa yang mengadakan
suatu perkara (baru) dalam urusan (agama) kami ini yang bukan termasuk
darinya,maka perkara itu tertolak”. [HR.Al-Bukhory (2697)]
Ibnu Daqiq
Al-Ied –rahimahullah– berkata, “Hadits ini merupakan kaidah yang
sangat agung diantara kaidah-kaidah agama.Dia termasuk "Jawami’
Al-Kalim" (ucapan ringkas, padat maknanya), yang diberikan kepada
Al-Mushthofa -Shallallahu alaihi wa sallam- , karena hadits ini jelas sekali
dalam menolak segala bentuk bid`ah dan perkara-perkara
baru”. [Lihat Syarh Al-Arba`in (hal.43)]
Renungilah, para wanita
ketika diajak mengenakan pakaian wanita muslimah yang syar’iy, maka mereka
menolaknya dengan seribu alasan. Sehingga kita tidak bisa lagi membedakan
antara wanita muslimah dan wanita kafir. Jika kalian berbelanja di mall-mall
dan pusat perbelanjaan lainnya, maka kalian akan menyaksikan wanita-wanita kita
berseliweran dan bekerja disana. Awal kita melihat mereka, kita menyangkanya
wanita kafir, karena ia tidak berjilbab, dan ia bersolek ala wanita kafir. Tapi
kita akan terperanjat ketika mengetahui bahwa ia adalah muslimah. Bukankah
seorang wanita diperintahkan mengenakan jilbab yang tebal dan lebar sebagaimana
dalam firman Allah -Ta’ala-,
“Hai Nabi, Katakanlah kepada
isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan wanita-wanita orang mukmin:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka".
yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”. (QS. Al-Ahzab: 59).
Ketika para wanita kita diajak
berjilbab yang syar’iy, maka mereka enggan dan menolak dengan dalih“kurang
bebas”, “tidak modern, kuno!!”, “panas dan pengab”, “tidak
sesuai gaya anak muda”, dan sederet alasan lemah. Lebih ironis lagi,
wanita-wanita ini muak dan sinis saat melihat saudari-saudari mereka bercadar
dan mengenakan jilbab lebar dab tebal.
Tengoklah, para lelaki muslim
(tua-muda) tatkala dinasihati agar mereka memanjangkan jenggot, karena itu
adalah petunjuk Nabi –Shallallahu alaihi wa sallam-, maka kalian akan
melihat mereka akan memangkas, bahkan menggunduli jenggot-jenggot mereka,
tanpa malu !! Tragisnya lagi, mereka sebaliknya malah membenci dan mencaci
orang-orang yang memanjangkan jenggotnya karena ittiba (meneladani) Nabi
-Shallallahu alaihi wa sallam-.
Bukankah Nabi kita -Shollallahu
alaihi wa sallam- pernah bersabda,
اُعْفُوْا اللِّحَى وَخُذُوْا الشَّوَارِبَ
وَغَيِّرُوْا شَيْبَكُمْ وَلَا تَشَبَّهُوْا بِالْيَهُوْدِ وَالنَّصَارَى
“Biarkanlah jenggot kalian
tumbuh, cukurlah kumis kalian, ubahlah (semirlah) uban kalian, dan janganlah
kalian menyerupai orang Yahudi dan Nashrani ”. [HR. Ahmad
dalam Al-Musnad (8657). Di-shohih-kan oleh Al-Arna’uth
dalam Takhrij Al-Musnad (2/356)]
Penyerupaan dalam penampilan
lahiriah akan berpengaruh untuk menumbuhkan kasih, cinta, dan kesetiaan dalan
batin sebagaimana kecintaan dalam batin akan berpengaruh untuk menimbulkan
penyerupaan dalam penampilan lahiriah. Ini adalah masalah yang nyata, baik
secara perasaan maupun dalam prakteknya.
Lihatlah, pemuda dan orang-orang
tua saat di ajak bermajelis ilmu untuk mempelajari ilmu agama, maka mereka
berpaling dan enggan menghadirinya. Anehnya jika diajak menghadiri
majelis-majelis syaithon, seperti bar, diskotik, atau konser musik, maka mereka
akan hadir dengan langkah pasti dan hati girang.
Padahal Nabi -Shallallahu alaihi
wa sallam- pernah bersabda dalam menjelaskan keutamaan majelis ilmu dan orang
menghadirinya,
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا
سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ
أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ طَالِبَ الْعِلْمِ يَسْتَغْفِرُ
لَهُ مَنْ فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ حَتَّى الْحِيتَانِ فِي الْمَاءِ وَإِنَّ
فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ
الْكَوَاكِبِ إِنَّ الْعُلَمَاءَ هُمْ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ
الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا
الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Barangsiapa yang menempuh suatu
jalan, sedang ia mencari ilmu di dalamnya, maka Allah akan memudahkan baginya
jalan menuju surga. Sesungguhnya para malaikat akan menghamparkan sayapnya
karena mereka senang kepada pencari ilmu. Sesungguhnya seorang penuntut akan
dimohonkan ampunan oleh segala sesuatu yang ada di langit dan bumi sampai
ikan-ikan di air. Sesungguhnya keutamaan seorang yang berilmu atas ahli ibadah
laksana keutamaan bulan atas seluruh bintang-bintang. Para
ulama adalah pewaris para nabi. Sedang para nabi tidaklah mewariskan dinar dan
dirham. Mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka ia
telah mengambil bagian yang cukup” [HR. Abu Dawud dalam Kitab Al-Ilm
(3641), At-Tirmidziy (2682), dan Ibnu Majah (223)]
Walapun demikian besar pahala
yang didapatkan oleh orang yang menghadiri majelis ilmu, tapi kebanyakan orang
diantara kita enggan menghadirinya, bahkan terkadang malu-malu dan
malas-malasan. Kebanyakan orang lebih senang menghadiri majelis-majelis setan;
di dalamnya dilantunkan lagu-lagu dan syi’ar setan.
Keterasingan para pengamal dan
pejuang Sunnah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- amat terasa di akhir zaman
ini. Di saat inilah dibutuhkan kesabaran yang tinggi dalam menghadapi berbagai
macam tantangan lahir dan batin, tantangan dan halangan.
Al-Imam Ibnu
Rajab –rahimahullah– berkata, "Orang mukmin hanyalah terhinakan
diakhir zaman disebabkan asingnya ia diantara pelaku kerusakan dari kalangan
pengumbar syubhat dan syahwat. Mereka semua (yakni, para pelaku kerusakan itu)
membenci orang mukmin, menyakitinya, karena menyelisihi jalan mereka,
menyelisihi keinginan mereka, dan pijakan
mereka". [Lihat Kasyful Kurbah(hal. 24)]
Seorang yang menegakkan dan
mengamalkan Sunnah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- di akhir zaman ini
ibarat seorang yang menggenggam bara api; ia harus bersabar dan tegar. Nabi
-Shollallahu alaihi wa sallam- bersabda,
فَإِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامَ الصَّبْرِ
الصَّبْرُ فِيهِ مِثْلُ قَبْضٍ عَلَى الْجَمْرِ لِلْعَامِلِ فِيهِمْ مِثْلُ أَجْرِ
خَمْسِينَ رَجُلًا يَعْمَلُونَ مِثْلَ عَمَلِهِ
“Sesungguhnya di belakang kalian
ada hari-hari yang kesabaran di kala hari itu laksana memegang bara api, karena
bagi yang mengamalkan sunnah di hari itu dia akan mendapatkan pahala senilai 50
amalan seorang diantara kalian (sahabat) dimana merekan beramal seperti amalan
seorang diantara kalian. [HR. Abu Dawud (3778), dan Ibnu Majah (4004).
Di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (3172)]
Di zaman inilah setiap orang yang
membela Sunnah dan mengamalkannya akan merasakan keasingan di tengah kaumnya,
sebab pelaku kebatilan dan maksiat lebih banyak jumlahnya. Dalam kondisi seperti
ini, hendaknya para pengamal dan pejuang Sunnah bersabar dan tetap mengikuti
jalan-jalan petunjuk yang telah digariskan oleh Al-Qur’an dan Sunnah.
Al-Fudhoil bin Iyadh -rahimahullah- berkata,
اِتَّبِعْ طُرُقَ الْهُدَى وَلاَ يَضُرُّكَ
قِلَّةُ السَّالِكِيْنَ, وَإِيَّاكَ وَطُرُقَ الضَّلاَلَةِ وَلاَ تَغْتَرَّ
بِكَثْرَةِ الْهَالِكِيْنَ
"Ikutilah jalan-jalan
petunjuk; anda tak akan dibahayakan oleh sedikitnya orang-orang yang menapaki
jalan-jalan petunjuk. Waspadalah engkau terhadap jalan-jalan kesesatan, dan
jangan tertipu dengan banyaknya orang-orang yang
binasa". [Lihat Al-I’tishom (1/135), tahqiq Masyhur
Hasan Salman]
Tetaplah bersabar di atas Sunnah,
walaupun banyak orang-orang binasa yang membencimu karena mengamalkan Sunnah
(petunjuk) Nabi Muhammad -Shallallahu alaihi wa sallam-. Kesudahan yang baik
akan kalian raih di sisi Robb-mu, insya Allah.
Inilah beberapa buah patah kata
sebagai risalah penghibur bagi para pencinta Sunnah. Mudah-mudahan bisa menjadi
pelipur lara di kala menghadapi para pembenci Sunnah yang melecehkan para
pencinta Sunnah. Inilah sedikit nasihat dari saudara yang kasihan dan cinta
kepadamu. Semoga Allah -Azza wa Jalla- mematikan kita di atas Sunnah Rasulullah
-Shallallahu alaihi wa sallam- sehingga kita termasuk golongan orang-orang yang
akan mendatangi telaga Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-.
Link Artikel :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong komentarnya yang sopan