Rabu, 26 Agustus 2015

Bolehkah Memasang Kawat Gigi untuk Sekedar Berhias?

oleh : Ust. Abul Asybal, Lc. (Lulusan Medinah, KSA)

Kawat gigi atau behel kini menjadi trend di kalangan manusia, tidak luput di dalamnya kaum muslimin ikut meggunakannya. Sebagian orang mempertanyakan hal ini kepada kami, "bolehkah untuk sekedar berhias?"

Pada hukum asalnya haram mengubah ciptaan Allah, misalnya operasi mengecilkan hidung dan operasi ganti kelamin. Allah Ta’ala berfirman,
وَلآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ الله
“dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya”. (QS. An-Nisa’ :119)

Jika tujuannya adalah pengobatan dan mengembalikan ke dalam bentuk ciptaan Allah, maka hukumnya boleh. Misalnya operasi hidrocepalus, operasi pengangkatan tumor, operasi cacat bawaan.

Sahabat Arfajah bin As’ad -radhiyallahu anhu- , ia menggunakan emas untuk memperbaiki hidungnya, padahal emas haram bagi kaum laki-laki. Maka mengembalikan susunan gigi yang tidak rata,misalnya gigi maju ke depan dan merusak penampilan, maka hukumnya boleh.

Adapun hanya sekedar gigi jarang alias renggang, maka itu bukan udzur dan alasan yang dibenarkan untuk mengubah posisi gigi. Apalagi berjaraknya gigi alias renggangnya gigi, bukanlah celah dan aib.

Bahkan dahulu bangsa Arab mengubah gigi yg merupakan ciptaan Allah dengan cara menjarangkan dan merenggangkan gigi. Makanya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- (sebagaimana yg akan datang) dalam sebagian riwayat telah melaknat orang yang menjarangkan atau merenggangkan giginya dalam rangka berhias.

Dari Arfajah bin As'ad -radhiyallahu anhu- bahwa:
أَنَّهُ أُصِيبَ أَنْفُهُ يَوْمَ الْكُلَابِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَاتَّخَذَ أَنْفًا مِنْ وَرِقٍ فَأَنْتَنَ عَلَيْهِ  فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَتَّخِذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ
“Hidungnya terkena senjata pada peristiwa perang Al-Kulab di zaman jahiliyah. Kemudian beliau tambal dengan perak, namun hidungnya malah membusuk. Kemudian Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkannya untuk menggunakan tambal hidung dari emas.”[1] 

Syaikh Shalih Al-Fauzan hafidzahullah berkata,
إذا احتيج إلى هذا كأن يكون في الأسنان تشويه واحتيج إلى إصلاحها فهذا لا بأس به…. أما إذا كان هذا لعلاج مثلاً أو لإزالة تشويه أو لحاجة لذلك كأن لا يتمكن الإنسان من الأكل إلا بإصلاح الأسنان وتعديلها فلا بأس بذلك .
“Bila ada hajat untuk meratakan gigi, misalnya susunan gigi tampak jelek, sehingga perlu diratakan, maka hukumnya tidak mengapa (boleh). Jika pengobatan ini (meratakan gigi), dengan tujuan menghilangkan penampilan gigi yang jelek atau ada kebutuhan yang lain semisal seorang itu tidak bisa makan dengan baik, kecuali jika susunan gigi diperbaiki dan dirapikan, maka hal tersebut hukumnya tidak mengapa.”[2]

Sahabat Ibnu Mas’ud -radhiyallahu anhu- berkata,
نهى عن النامصة والواشرة والواصلة والواشمة إلا من داء
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang orang mencukur alis, mengkikir gigi, menyambung rambut, dan mentato, kecuali karena penyakit.”[3]

Ulama Negeri Yaman, Al-Imam Asy-Syaukani -rahimahullah- berkata,
قوله (إلا من داء) : ظاهره أن التحريم المذكور إنما هو فيما إذا كان لقصد التحسين لا لداء وعلة، فإنه ليس بمحرم
“Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘kecuali karena penyakit’ dzahir maksudnya bahwa keharaman yang disebutkan,yaitu jika dilakukan untuk tujuan memperindah penampilan, bukan untuk menghilangkan penyakit atau cacat, karena semacam ini tidak haram.”[4]

Memasang Kawat Hanya Sekedar Berhias

Jika hanya sekedar tujuan seperti ini, maka memasang kawat gigi/behel termasuk mengutak-atik gigi. Ia masuk dalam larangan yg ada dlm hadits berikut:

Sahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata,
لَعَنَ اللَّهُ الوَاشِمَاتِ وَالمُوتَشِمَاتِ، وَالمُتَنَمِّصَاتِ وَالمُتَفَلِّجَاتِ، لِلْحُسْنِ المُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ
“Semoga Allah melaknat orang yang mentato, yang minta ditato, yang mencabut alis, yang minta dikerok alis, yang merenggangkan gigi, untuk memperindah penampilan, yang mengubah ciptaan Allah.”[5] 

Syaikh Shalih Al-Fauzan -hafizhahullah- berkata dalam Al-Muntaqo min Fatawa Al-Fawzan,
أما إذا لم يُحتج إلى هذا فهو لا يجوز ، بل جاء النهي عن وشر الأسنان وتفليجها للحسن وجاء الوعيد على ذلك لأن هذا من العبث ومن تغيير خلق الله
“Adapun jika tidak ada hajat untuk itu (mengutak-atik gigi), maka hukumnya tidak boleh. Bahkan terdapat larangan meruncingkan dan mengikir gigi agar tampak indah. Terdapat ancaman keras atas tindakan ini, karena hal ini adalah suatu yang sia-sia dan termasuk mengubah ciptaan Allah.”[6]

Ulama Syafi'iyyah Negeri Syam, Al-Imam An-Nawawi -rahimahullah- berkata,
وأما قوله:(المتفلجات للحسن) فمعناه يفعلن ذلك طلباً للحسن، وفيه إشارةٌ إلى أن الحرام هو المفعول لطلب الحسن، أما لو احتاجت إليه لعلاجٍ أو عيبٍ في السن ونحوه فلا بأس
“Adapaun Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Yang merenggangkan gigi, untuk memperindah penampilan,” maksudnya:  mereka melakukan hal itu untuk mendapatkan penampilan yang baik. Dalam hadis ini terdapat isyarat bahwa yang diharamkan adalah melakukan perenggangan gigi untuk memperindah penampilan. Namun jika dilakukan karena kebutuhan, baik untuk pengobatan atau karena cacat di gigi atau semacamnya, maka hukumnya tidak mengapa (boleh).”[7]

Kesimpulan:

Dari pembahasan di atas, maka ada beberapa poin yang bisa kita simpulkan:
a.      Tidak boleh mengubah ciptaan Allah -Azza wa Jalla-.
b.     Diantara bentuk mengubah ciptaan Allah, seseorang memasang kawat gigi alias behel, karena sekedar berhias.
c.      Haram memasang behel gigi demi berhias, krn termasuk mengubah ciptaan Allah -Tabaroka wa Ta'ala-.
d.     Jika merenggangkan gigi demi berhias, maka merapatkan gigi dengan behel atau yg lainnya sama hukumnya, yakni haram.
e.      Boleh memasang behel gigi, bila untuk meluruskan posisi bagi orang yang giginya maju-mundur 'tidak beraturan', atau bagi mereka yang susah mengunyah makanan karena gigi gerahamnya renggang. Adapun jika yg renggang adalah gigi depan, maka tidaklah memengaruhi kunyahan. Maka berarti merapatkannya tidak perlu, krn tak ada hajat kepadanya.
f.       Mengubah ciptaan Allah adalah perbuatan terlaknat.




[1] HR. Abu Daud (no. 4232), An-Nasaiy (no. 5161). Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Albani
[2] Lihat http://ar.islamway.net/fatwa/7821/%D8%AA%D9%82%D9%88%D9%8A%D9%85-%D8%A7%D9%84%D8%A3%D8%B3%D9%86%D8%A7%D9%86-%D9%88%D8%AA%D9%82%D8%B1%D9%8A%D8%A8%D9%87%D8%A7-%D9%85%D9%86-%D8%A8%D8%B9%D8%B6%D9%87%D8%A7-%D8%A7%D9%84%D8%A8%D8%B9%D8%B6
[3] HR. Ahmad dalam Al-Musnad (jld. 1/hlm. 415). Syuaib Al-Arna'uth menyatakan sanadnya kuat dalam Takhrijul Musnad (no. 3945)
[4] Lihat Nailul Authar (jld. 6/ hlm. 244).
[5] HR. Bukhariy dalam Shohih-nya (no. 4886)
[6] Fatwa ini telah lewat. Lihat di atas.
[7] Lihat Syarh Shahih Muslim (14/107), oleh An-Nawawiy, cet. Dar Ihya’ At-Turats, Beirut, 1392 H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tolong komentarnya yang sopan