Senin, 17 Agustus 2015

Jangan Makan dan Minum dengan Tangan Kiri

Hasil gambar untuk piring dan gelas cantik


oleh : Ust. Abul Asybal Al Muhammady, Lc.

[Serial Fiqih Ringkas]

Seringkali kita jumpai sebagian orang yang masih dangkal ilmu agamanya, masih terbiasa makan dan minum dengan tangan kirinya. Mungkin anda pernah masuk ke sebuah warung, hotel, atau tempat berkumpulnya manusia, ada saja kita saksikan orang melahap makanannya dengan tangan kiri, apalagi kalau pakai garpu.

Perbuatan seperti ini terlarang dlm agama, karena menyerupai cara makan setan selaku musuh kita!!

Hal ini telah dijelaskan dalam sebuah dari sahabat Jabir dari Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam-,
عَنْ جَابِرٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ تَأْكُلُوا بِالشِّمَالِ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِالشِّمَالِ ».
"Janganlah kalian makan dengan tangan kiri. Karena, setan itu makan dengan tangan kiri". [HR. Muslim dlm Shohih-nya, Ahmad dalam Al-Musnad (3/334), Ibnu Majah dlm Sunan-nya (no. 3268), An-Nasa'iy dlm Al-Kubro (no. 6749) dan Abu Ya'la dalam Al-Musnad (2259) dr Al-Laits bin Sa'ad Al-Mishriy][1]

Hadits ini menerangkan sebuah hukum yang jarang diketahui oleh manusia, yaitu larangan dan pengharaman makan atau minum dengan tangan kiri.

Seorang ulama Syafi'iyyah dr Yaman, Al-Amir Ash-Shon'aniy -rahimahullah- berkata,
تَقَدَّمَ أَنَّهُ مِنْ أَدِلَّةِ تَحْرِيمِ الْأَكْلِ بِالشِّمَالِ
"Sungguh telah berlalu (keterangan) bahwa ia (hadits ini) termasuk diantara dalil (yang menunjukkan pengharaman makan dengan tangan kiri". [Lihat Subul As-Salam (jld. 5/hlm. 106)]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Al-Harroniy -rahimahullah- berkata,
إنه علل النهي عن الأكل والشرب بالشمال: بأن الشيطان يفعل ذلك، فعلم أن مخالفة الشيطان أمر مقصود مأمور به، ونظائره كثيرة.
"Sesungguhnya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- menjelaskan sebab terlarangnya makan dan minum dengan tangan kiri bahwa setan melakukan hal itu. Jadi, diketahuilah bahwa menyelisihi setan merupakan perkara yang diinginkan lagi diperintahkan. Hal yg semacam ini adalah banyak." [Lihat Iqtidho' Ash-Shiroth Al-Mustaqim (hlm. 407), dg tahqiq Nashir Al-Aql]

Kata "makan" juga mencakup makna "minum".[2] Jadi, dg hadits ini diketahuilah bahwa minum dg tangan kiri juga diharamkan dan terlarang!!

Apalagi ada hadits yg lebih gamblang dr hadits di atas, yaitu hadits:

Dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَأْكُلْ بِيَمِينِهِ، وَإِذَا شَرِبَ فَلْيَشْرَبْ بِيَمِينِهِ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَأْكُلُ بِشِمَالِهِ، وَيَشْرَبُ بِشِمَالِهِ
"Bila seorg diantara kalian makan, maka hendaknya ia makan dgn tangan kanannya. Jika ia minum, maka hendaknya ia minum dgn tangan kanannya. Karena, setan makan dgn tangan kirinya dan minum dgn tangan kirinya."
[HR. Ahmad dalam Al-Musnad (no. 4537), dan Muslim dalam Shohih-nya (no. 2020)]

Andaikan pun hadits ini tidak ada, maka kata makan semakna dengan kata "minum". Oleh karena itu, ulama kita saat menjelaskan adab-adab minum, maka mereka membawakan hadits-hadits yg berkaitan dg adab-adab makan.

Peringatan :

Sebuah perkara yg perlu diingat, ketika menyuap anak atau siapa saja, maka hendaknya ia menyuapnya dg tangan kanannya.

Ibnu Hazm Al-Andalusy -rohimahulloh- berkata saat mengomentari hadits yang pertama di atas,
وهذا عموم في النهى عن شماله وشمال غيره ((المحلى - (7 / 424))
"Ini adalah keumuman dalam hal larangan dari (makan dengan) tangan kirinya dan tangan kiri orang lain." [Lihat Al-Muhalla (7/424)]

Disinilah anda mengetahui kekeliruan sebagian orang tua yg menyuap bayinya dengan menggunakan tangan kirinya. Kesalahan lain, orang tua membiarkan anaknya makan atau minum dg tangan kirinya.





[1] Hadits ini dinyatakan sanadnya shohih oleh Syaikh Syu'aib Al-Arna'uth dalam "Takhrijul Musnad" (no. 14587).
[2] Ini yang diistilahkan oleh para ulama kita dengan kaedah :
إذا اجتمعا تفرقا، وإذا تفرقا اجتمعا
"Jika keduanya berkumpul, maka keduanya beda (dalam hal makna). Tapi jika keduanya terpisah, maka keduanya sama (dalam sisi makna)."
Artinya: jika kata makan dan minum –misalnya- berkumpul dalam satu nash hadits, maka maknanya beda. Namun jika kedua kata ini masing-masing disebutkan dalam nash hadits yang terpisah, maka keduanya sama maknanya dan saling mencakup. [Lihat Jami' Al-Ulum wal Hikam (hlm. 28-29), oleh Ibnu Rojab Al-Hambaly, cet. Darul Ma'rifah, 1408 H]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tolong komentarnya yang sopan