Sabtu, 15 Agustus 2015

Menyoal Parade Tauhid



oleh : Ustadz Abul Asybal, Lc.

Topik menarik hari-hari ini, terlihat di medsos dan banyak yang posting dan komentar tentangnya. Mereka berkumpul untuk menyuarakan berbagai aspirasi dan tujuan. Masing-masing pihak punya asumsi dan pandangan yang beragam dari yang lainnya.

Ustadz Haikal –misalnya- selaku ketua menyatakan bahwa parade akbar ini merupakan panggilan nurani untuk menjalin ukhuwah islamiyah antarumat muslim di Indonesia. (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/15/08/14/nt2nif346-parade-tauhid-harus-diberikan-prasangka-baik)

Muncul sebuah pertanyaan: "Benarkah jalan kita dalam mengajak semua lapisan masyarakat muslim untuk bersatu di atas aqidah dan keyakinan yang berbeda-beda?"

Jawabannya, persatuan seperti ini adalah persatuan semu. Sebelum menyatukan manusia, maka satukanlah hati mereka di atas satu aqidah, keyakinan dan manhaj.

Ajaklah mereka untuk membuang berbagai macam jenis ta'ash-shub (sikap fanatik), entah fanatik kepada suku, partai, kasta, golongan dan jabatan!! Lalu satukan mereka di atas Al-Kitab dan Sunnah shohihah.

Yang terpenting, terangkan kepada mereka arti dan makna tauhid yang lurus, dimana tauhid dalam aqidah ahlus sunnah ada tiga: tauhid uluhiyyah, tauhid rububiyyah dan tauhidul asma' wash shifat.

Jika mereka bersedia menerima tiga tauhid ini dan mengamalkannya serta membuang segala bentuk kesyirikan yang merusak dan meruntuhkan sendi-sendi tauhid (seperti, berdoa kepada para wali atau org sholih, ngalap berkah dari makhluk, menyembelih untuk selain Allah, mengangkat adanya makhluk yang katanya tahu perkara gaib, dll), maka bimbinglah untuk taat dan patuh kepada Al-Qur'an dan Sunnah yg shohihah. Apa yang diperintahkan oleh keduanya, maka ajaklah dan bimbinglah mereka agar ridho dalam mengikuti dan mengamalkan perintah Al-Qur'an dan Sunnah.

Semua ini tentunya harus melalui rute dan perjalanan panjang dalam mendidik umat dari yang termudah sampai yang paling rumit. Semua ini membutuhkan kesabaran yg tinggi.

Adapun melakukan parade dan pawai seperti yg mereka gelar, maka semua itu tidaklah mendatangkan manfaat, karena:
a.      perbuatan seperti ini tak ada contohnya dr Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabat. Adapun sebagian dr pihak bahwa parade tauhid sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW bersama sahabatnya Umar bin Khatab pada 616 Masehi (http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/15/08/14/nt2nif346-parade-tauhid-harus-diberikan-prasangka-baik), maka ini merupakan klaim yg keliru, sebab atsar dari Umar tersebut yg diisyaratkan oleh Ust. Haikal merupakan atsar yg dho'if (lemah), tak boleh dijadikan hujjah!![1]
b.     Andaikan itu baik, maka pasti dilakukan oleh Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- dan para sahabatnya.
c.      Di dalamnya terjadi ikhtilath (campur baur pria dan wanita).
d.     Melakukan sebuah acara parade alias sebagai rangkaian Peringatan Hari Besar 17 Agustus merupakan perkara yang tercela. Sebab di dalam Islam hari besar dan hari raya hanya ada dua.
e.      Menghabiskan waktu, tenaga dan dana besar untuk suatu acara yang tidak dibenarkan dalam agama. Bayangkan saja –sebagai contoh- barisan umat Muslim tersebut terdiri dari pasukan berkuda, pembentang kain sepanjang 3000 meter dengan bertuliskan kalimat tauhid.

Kain sepanjang itu dibuat hanya untuk acara sehari?! Kira-kira berapa harganya?! Berapa dana yang dibutuhkan dan berapa pakaian bisa jadi dr kain sepanjang itu?!! Boros, jelas boros!!
f.       Belum lagi sebagian orang mengkhususkan malam 17 Agustus dg "Sholat Lail" sebagai rangkaian parade. Jelas ini adalah bid'ah yang tercela dalam agama.

Ini sebagian sisi terlarangnya acara parade tersebut.



[1] Atsar itu diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (1/40) dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqo (44/31). Di dalam sanadnya, terdapat rowi yg bernama Ishaq bin Abi Farwah. Imam Ahmad menilai bahwa tidak halal meriwayatkan hadits darinya. Ibnu Ma'in menyatakannya sebagai kadzdzab 'tukang dusta'. Lantaran itu, al-Hafizh menilainya "matruk" (ditinggalkan). Hadits yg diriwayatkan rowi matruk derajat amat lemah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tolong komentarnya yang sopan