Berqurban adalah salah satu ibadah yang disyariatkan dalam Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallamserta tergolong simbol Islam yang disepakati oleh para ulama akan anjurannya.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
فَصَلِّ
لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Rabb-mu, dan
berqurbanlah.” [Al-Kautsar: 2]
Tatkala menjelaskan makna ayat di atas, Ibnu Jarîr
Ath-Thabary rahimahullâh berkata, “Jadikanlah, (wahai Muhammad),
shalatmu seluruhnya ikhlas hanya untuk Rabb-mu tanpa (siapapun) yang bukan
Dia, di antara sekutu-sekutu dan sembahan-sembahan. Demikian pula sembelihanmu,
jadikanlah hanya untuk-Nya, tanpa berhala-berhala, sebagai kesyukuran
kepada-Nya terhadap segala sesuatu yang Allah berikan kepadamu, berupa
kemuliaan dan kebaikan yang tiada bandingannya, dan Dia mengkhususkan engkau
dengannya, yaitu pemberian Al-Kautsar kepadamu.”[1]
Ibnu Katsîr rahimahullâh berkata, “Ibnu ‘Abbâs,
‘Athâ`, Mujâhid, ‘Ikrimah, dan Al-Hasan berkata, ‘Yang diinginkan oleh hal
tersebut adalah menyembelih unta dan (hewan lain) yang semisal dengannya.’
Demikian pula perkataan Qatâdah, Muhammad bin Ka’b Al-Qurazhy, Adh-Dhahhâk,
Ar-Rabî’, ‘Athâ` Al-Khurasâny, Al-Hakam, Ismail bin Abu Khâlid, dan ulama salaf
yang lain. ….” Lalu, beliau membawakan beberapa pendapat lain dari penafsiran
ayat, kemudian menyatakan, “Yang benar adalah pendapat pertama
bahwa yang dimaksud dengan an-nahr‘menyembelih’ adalah sembelihan manasik ….”
bahwa yang dimaksud dengan an-nahr‘menyembelih’ adalah sembelihan manasik ….”
Allah Subhânahû wa Ta’âlâ berfirman,
قُلْ إِنَّ
صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ. لَا
شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku,
hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.
Tiada sekutu bagi-Nya. Demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan saya adalah
orang yang pertama-tama berserahdiri (kepada Allah).’.” [Al-An’âm:
162-163]
Allah Subhânahû wa Ta’âlâ menjelaskan pula bahwa berqurban adalah perkara yang disyariatkan pada seluruh agama sebagaimana dalam firman-Nya ‘Azza wa Jalla,
وَلِكُلِّ
أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ
مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا
“Dan bagi tiap-tiap umat, telah Kami syariatkan
penyembelihan (qurban) supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang
ternak yang telah (Allah) rezekikan kepada mereka. Maka Rabb kalian
ialah Rabb yang Maha Esa. Oleh karena itu, berserahdirilah kalian
kepada-Nya.”[Al-Hajj: 34]
Allah ‘Azza wa Jalla juga menjelaskan bahwa ibadah agung ini adalah salah satu simbol syariat-Nya sebagaimana dalam firman-Nya,
وَالْبُدْنَ
جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا
اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا
وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ. لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا
وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا
اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
“Dan telah Kami jadikan unta-unta itu untuk kalian
sebagai bagian dari syiar Allah, yang kalian memperoleh kebaikan yang banyak
padanya, maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian menyembelihnya
dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian, apabila (unta-unta itu)
telah roboh (mati), makanlah sebagiannya serta beri makanlah orang yang rela
dengan sesuatu yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang
meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu untuk kalian,
mudah-mudahan kalian bersyukur. Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali
tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang
dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian supaya
kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. Dan berilah kabar
gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” [Al-Hajj: 36-37]
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam mensyariatkan ibadah qurban melalui ucapan, perbuatan, serta penetapan beliau.
Syariat berdasarkan ucapan beliau tersirat dari sabda beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ ذَبَحَ
قَبْلَ الصَّلاَةِ فَإِنَّمَا ذَبَحَ لِنَفْسِهِ ، وَمَنْ ذَبَحَ بَعْدَ
الصَّلاَةِ فَقَدْ تَمَّ نُسُكُهُ ، وَأَصَابَ سُنَّةَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapa yang menyembelih sebelum shalat, sembelihannya
hanyalah untuk dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang menyembelih
setelah pelaksanaan shalat (‘Id),nusuk-nya (sembelihannya) telah sempurna dan
ia telah mencocoki sunnah kaum muslimin.” [2]
Syariat berdasarkan perbuatan beliau terurai dari penuturan Anas bin Malikradhiyallâhu ‘anhu,
ضَحَّى
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ
أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى
صِفَاحِهِمَا.
“Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam berqurban
dengan dua kambing jantan yangamlah[3]. Beliau menyembelih kedua (kambing) tersebut dengan tangan beliau.
Beliau membaca basmalah dan bertakbir serta meletakkan kaki beliau di atas
badan kedua (kambing) itu.” [4]
Adapun berdasarkan penetapan (persetujuan) beliau, hal tersebut bisa dipahami dari hadits Jundub bin Sufyah Al-Bajaly radhiyallâhu ‘anhu bahwa beliau berkata, “Saya menyaksikan ‘Idul Adha bersama Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Tatkala menyelesaikan shalat bersama manusia, beliau melihat seekor kambing yang telah disembelih. Lalu, beliau bersabda,
مَنْ ذَبَحَ
قَبْلَ الصَّلاَةِ فَلْيَذْبَحْ شَاةً مَكَانَهَا وَمَنْ لَمْ يَكُنْ ذَبَحَ
فَلْيَذْبَحْ عَلَى اسْمِ اللَّهِ.
“Barangsiapa yang menyembelih sebelum pelaksanaan shalat
(‘Id), hendaknya ia menyembelih kambing (lain) sebagai pengganti, dan
barangsiapa yang belum menyembelih, hendaknya dia menyembelih dengan (menyebut)
nama Allah.” [5]
Adapun kesepakatan para ulama tentang syariat berqurban, hal tersebut telah masyhur dalam buku-buku fiqih.
Wallâhu A’lam.
Link : (buka disini)
[1] Tafsir Ibnu Jarîr 24/696. Dalam Tafsir-nya
8/504, Ibnu Katsîr menganggap bahwa ucapan Ibnu Jarîr di atas sangatlah indah.
[2] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim dari Al-Barâ` bin
Azib radhiyallâhu ‘anhumâ dan Anas bin Malik radhiyallâhu ‘anhu.
[3] Kambing amlah adalah kambing yang berbulu putih
dan hitam, tetapi bulu putihnya lebih mendominasi. Demikian keterangan
Al-Kisâ’iy. Adapun menurut Ibnul ‘Araby, itu adalah kambing yang bersih nan
putih. Demikian nukilan Ibnu Qudamah dalam Al-Mughny.
[4] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry dan Muslim.
[5] Diriwayatkan oleh Al-Bukhâry, Muslim, dan An-Nasâ`iy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tolong komentarnya yang sopan